JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Muhajidin Nur Hasyim, adik dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, untuk memenuhi panggilan penyidik.
Muhajidin merupakan saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
"KPK mengingatkan agar saksi Muhajidin Nur Hasim memenuhi panggilan penyidik dalam perkara suap terkait kerja sama di bidang pelayaran dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dengan tersangka BSP dan IND," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, lewat pesan singkat, Rabu (17/7/2019).
Baca juga: Periksa M Nasir, KPK Gali Informasi Aliran Gratifikasi Bowo Sidik
Febri menambahkan, sebelumnya Muhajidin telah menyampaikan kesediaannya hadir pada Kamis (17/7/2019) setelah tidak dapat hadir pada dua pemanggilan sebelumnya, yaitu pada 5 dan 15 Juli.
Adapun Bowo Sidik menjadi tersangka dalam dua jenis perkara. Pertama, kasus dugaan suap terkait kerja sama penyewaan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).
Bowo diduga sudah menerima uang sebanyak enam kali dengan nilai mencapai Rp 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.
Baca juga: Bowo Sidik Dorong 2 Petinggi PT Pupuk Indonesia Lanjutkan Kerja Sama dengan PT HTK
Pihak terduga pemberi suap adalah Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti.
Uang itu diduga berkaitan dengan commitment fee untuk membantu pihak PT HTK menjalin kerja sama penyewaan kapal dengan PT PILOG. Penyewaan itu terkait kepentingan distribusi amonia.
Selain itu, KPK menduga ada penerimaan dari sumber lain oleh Bowo, terkait jabatannya sebagai anggota DPR.
Baca juga: KPK Yakin Penyuap Bowo Sidik Pangarso Tak Bergerak Sendiri
Saat ini, KPK masih menelusuri lebih lanjut sumber penerimaan lain tersebut. Hal itu mengingat KPK juga menemukan 400.000 amplop uang senilai Rp 8 miliar.
KPK sejauh ini mengidentifikasi empat sumber dugaan penerimaan gratifikasi oleh Bowo Sidik.
Pertama, terkait peraturan Menteri Perdagangan tentang perdagangan gula rafinasi. Kedua, terkait penganggaran dana alokasi khusus di beberapa daerah. Ketiga, terkait revitalisasi empat pasar di Minahasa Selatan. Keempat, terkait posisi orang tertentu di BUMN.