JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyebut, upaya delegitimasi penyelenggara pemilu merupakan "bisnis produk politik".
Menurut Feri, bukan tidak mungkin bahwa upaya delegitimasi yang dilakukan melalui sejumlah cara, seperti penyebaran berita bohong, diinisiatif oleh tim kampanye peserta pemilu.
Sebab, dilihat dari pola yang ada, selalu ada pihak yang seolah mengambil 'keuntungan' dari proses delegitimasi penyelenggara pemilu.
"Saya agak yakin ini inisiatif tim, karena kadang-kadang semangat untuk melakukan, upaya memenangkan itu timnya, karena di balik kemenangan mendapatkan keuntungan," kata Feri saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2019).
Baca juga: Wiranto Minta Publik Tak Termakan Isu Upaya Delegitimasi Penyelenggara Pemilu
"Saya agak optimistis bahwa dua calon secara langsung tidak memerintahkan, tapi lebih ke arah pembiaran, karena bagaimanapun kampanye negatif itu terjadi pada kedua paslon dan itu tidak mungkin hanya dimainkan oleh di luar tim karena terpola," sambungnya.
Feri mengatakan, pihak yang berniat memanfaatkan proses delegitimasi penyelenggara pemilu ingin supaya ada anggapan kecurangan pada proses pemilu.
Sehingga, apapun hasil pemilu nanti, seolah bisa menggunakan narasi delegitimasi penyelenggara pemilu dengan tuduhan kecurangan yang dilakukan penyelenggara.
Oleh karenanya, Feri mengatakan, KPU harus terus berupaya untuk melawan upaya delegitimasi.
Hal ini penting demi menjaga kepercayaan publik terhadap penyelenggara dan tahapan pemilu.
Baca juga: KPK: Jangan Asal Pilih di Pemilu 2019
"Karena itu KPU harus melalukan upaya mengcounter ini, karena menurut saya ini bagian bisnis produk politik, harus dilawan bersama-sama," tegas dia.
Awal Januari 2019 lalu, muncul isu berupa 7 kontainer surat suara pemilu tercoblos. Kabar ini dipastikan hoaks, dan pelaku sudah diproses oleh pihak berwajib.
Dua bulan setelahnya, muncul kabar surat suara tercoblos di Sumatra Utara.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, dua kasus ini adalah sebagian dari upaya delegitimasi sejumlah pihak terhadap KPU.