JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Khairul Fahmi menilai ada hal yang perlu diawasi dalam kampanye rapat umum Pemilu 2019 ini.
Hal yang perlu dikhawatirkan itu adalah penggunaan isu sensitif untuk mengumpulkan massa dalam jumlah besar.
"Saya perlu ingatkan, salah satu yang kita khawatirkan adalah penggunaan isu agama yang akan menguat dalam kampanye umum," ujar Khairul dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Minggu (10/3/2019).
Baca juga: Daerah yang Diklaim Basis Capres Jadi Wilayah Rawan Saat Kampanye Rapat Umum
Khairul mengatakan, hal ini akan terjadi jika tim sukses masing-masing pasangan calon kesulitan mengumpulkan massa dengan isu politik.
Ini juga menjadi alternatif yang sama tidak sehatnya dengan politik uang. Khairul khawatir pengumpulan massa dilakukan dengan isu yang bisa menyentil emosi.
"Ketika sulit menggunakan agenda politik untuk mengumpulkan massa. Maka isu yang bisa menghimpun emosi orang banyak bisa dijadikan modal untuk mengumpulkan orang," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan pengundian zonasi kampanye untuk rapat umum peserta Pemilu 2019. Pengundian dilakukan pada Rabu (6/3/2019) di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.
Ada dua zonasi yang dibagi KPU, yaitu zonasi A dan B. Bola undian diambil secara serentak oleh perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.
Baca juga: Kampanye Rapat Umum Dinilai Tak Untungkan Caleg
Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf mendapat bola B. Sedangkan, tim Prabowo-Sandiaga mendapat bola A.
Artinya, pasangan capres cawapres Jokowi-Ma'ruf akan memulai kampanye rapat umum per 24 Maret di wilayah B, sementara pasangan Prabowo-Sandiaga memulai kampanye di wilayah A.
Mereka akan bertukar zonasi setiap 2 hari sekali. Aturan ini adalah hasil revisi dari kesepakatan awal yang menyatakan pertukaran zonasi dilakukan setiap 3 hari sekali.