JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengkritik sikap para aktor politik yang terkadang tak menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi dengan sungguh-sungguh.
Menurut Laode, hal tersebut yang terkadang bisa menjerumuskan aktor politik dalam kasus korupsi.
"Ini hanya potret saja tentang kasus yang ditangani KPK dari segi aktor yang paling banyak itu elected official, bupati, DPR dan gubernur," kata Laode dalam diskusi Peluncuran Corruption Perceptions Index 2018 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik, Pimpinan KPK Berharap Lebih
Laode mengingatkan, aktor politik sepatutnya menjadi contoh bagi masyarakat dengan menunjukkan langkah nyata dalam pemberantasan korupsi.
"Seharusnya yang memberi contoh itu adalah aktor-aktor politik, tetapi mereka yang terkadang merusak itu," kata Laode.
Ia pun menyinggung sejumlah DPRD provinsi yang sama sekali tak menyampaikan laporan harta kekayaannya di tahun 2018. Berdasarkan data KPK, DPRD provinsi itu adalah DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
"DKI Jakarta tak satupun lapor LHKPN, jangan dipilih lagi orang-orang itu. Dua, Lampung, tak satu orang pun lapor LHKPN, enggak usah dipilih lagi. Ketiga, Sulawesi Tengah, keempat, Sulawesi Utara. Mereka ini nol enggak ada satu pun," ujar dia.
Baca juga: Kasus Bupati Mesuji, KPK Geledah 5 Lokasi
Menurut Laode, sikap seperti ini juga berpotensi menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yang sudah dicanangkan.
"Jadi gimana coba? Kita mau memperbaiki tapi orang-orang terpilih ini tidak memberi contoh. Sudah yang ditangkap (banyak) aktor politik, yang enggak ditangkap pun tak mau lapor LHKPN," ujarnya.
Ia mencontohkan, pejabat publik di Armenia taat dan wajib menyampaikan laporan harta kekayaannya. Sehingga mereka bisa mempertanggungjawabkan seluruh perolehan hartanya.
"Kalau dia setelah lapor langsung bisa diambil oleh negara, jadi ini bisa jadi illicit enrichment kalau dia tidak bisa buktikan dari mana asal-usul kekayaannya," ungkap dia.
"Masalahnya kita harus memercayakan sesuatu pada mereka-mereka ini yang tak patuh gitu. Jadi memang nafasnya (perjuangannya) harus panjang. Kita fight terus, tidak boleh putus asa dan kita harus berupaya mencari terobosan yang lebih baik," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.