Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Usul Terpidana Mati yang Telah Jalani Hukuman 10 Tahun Dievaluasi

Kompas.com - 17/01/2019, 10:51 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengharapkan ada solusi bagi para terpidana mati yang berada dalam daftar tunggu pelaksanaan eksekusi.

Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengungkapkan, terdapat 185 orang terpidana mati yang menunggu eksekusi. Apalagi, terpidana mati dalam daftar tersebut dapat menunggu hingga puluhan tahun.

Meskipun Komnas HAM menginginkan adanya penghapusan hukuman mati, setidaknya pemerintah memberikan solusi bagi mereka yang sedang menunggu dieksekusi.

Baca juga: ICJR Temukan Pelanggaran Hak Terpidana Mati

Hal itu disampaikan Choirul dalam acara bertajuk "Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia", di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Rabu (16/1/2019).

"Walaupun idealnya Komnas HAM masih berharap ada penghapusan hukuman mati, ada moratorium hukuman mati, dan ada jalan keluar untuk minimal 185 orang yang sedang menunggu hukuman mati," kata Choirul.

Baca juga: Eksekusinya Kembali Ditunda, Terpidana Mati Ini Justru Kesal

Para narapidana yang sedang menunggu eksekusi, dinilainya sedang menerima hukuman dua kali lipat dan sangat tidak adil bagi orang tersebut.

"Itu kan sangat tidak adil, dalam konteks HAM, orang dihukum untuk 1 perkara 1 jenis hukuman, bukan dobel, orang yang menunggu hukuman mati itu sedang dihukum dua kali. Oleh karenanya harus ada jalan keluar," jelasnya.

Oleh karena itu, Komnas HAM mengusulkan agar terpidana mati yang telah menjalani masa hukuman selama 10 tahun dievaluasi.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam di kawasan Cikini, Minggu (16/12/2018). KOMPAS.com/JESSI CARINA Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam di kawasan Cikini, Minggu (16/12/2018).

Baca juga: ICJR Ingin Tahu Kebijakan Capres-Cawapres soal Hukuman Mati

Komnas HAM, kata Choirul, juga telah berbicara dengan sejumlah ahli pidana yang mengatakan angka 10 tahun adalah waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi terhadap napi tersebut.

Dengan paradigma pemberian hukuman di Indonesia sebagai pembinaan, ia melihat tidak ada salahnya terpidana mati dievaluasi jika memang berkelakuan baik.

"Dalam beberapa pembicaraan dengan ahli pidana mengatakan bahwa angka 10 tahun itu menjadi penting untuk mengevaluasi orang sudah menjalani hukuman mati," ujar dia.

Baca juga: INFOGRAFIK: Wacana Hukuman Mati dalam Korupsi di Proyek Bencana

"Apakah dia bisa mendapatkan grasi dan sebagainya. Komnas HAM ingin memastikan itu, kami mendorong itu sebagai satu jalan keluar," lanjut Choirul.

Ia pun mengungkapkan bahwa hal tersebut sudah tertuang dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terkait percobaan hukuman mati.

Dalam percobaan hukuman mati, menurut Choirul, terpidana mati akan dievaluasi setelah menjalani 10 tahun hukuman.

Baca juga: Dugaan Suap di PUPR Terkait Proyek di Daerah Bencana, KPK Pelajari Penerapan Hukuman Mati

Sayangnya, RKUHP tersebut belum disahkan hingga saat ini. Untuk itu, Komnas HAM mendorong agar langkah tersebut diterapkan segera dan tidak perlu menunggu RKUHP.

"Cuman kan RKUHP-nya belum disahkan. Oleh karenanya, walaupun itu belum disahkan, kita bisa mengambil tindakan-tindakan yang sifatnya diskresial agar kita tidak selamanya melakukan pelanggaran ham, khususnya soal menghormati hak untuk hidup," terangnya.

Kompas TV Untuk menungkap kasus narkotika jenis kokain Steve Emmanuel, Polri akan bekerjasama dengan kepolisian Belanda dan interpol. Kita bahas lebih jauh peran Steve Emmanuel atas penyelundupan kokain 100 kilo gram dari Belanda bersama Dewan Pakar DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika Asep Iwan Iriawan dan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono.<br />

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com