Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam BAP, Saksi Akui Pemberian dari Mantan Petinggi Lippo kepada Sekretaris MA

Kompas.com - 14/01/2019, 17:39 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno bersaksi dalam persidangan terhadap mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/1/2019).

Dalam persidangan, Doddy dikonfirmasi seputar hubungannya dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.

Menurut jaksa, Doddy pernah diminta Eddy Sindoro untuk mengirim sesuatu kepada Nurhadi.

Namun, Doddy mengaku tidak dapat mengingat komunikasinya dengan Nurhadi. Ia mengaku pernah mengalami stroke, sehingga daya ingatnya melemah.

Menurut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Doddy pernah mengaku diminta mengantar sesuatu kepada Nurhadi yang saat itu masih menjabat Sekretaris MA.

Baca juga: Novel Baswedan: KPK Punya Rekaman Pembicaraan Eddy Sindoro dan Lucas

Jaksa Abdul Basir mengatakan, dalam BAP Doddy mengaku pernah berkomunikasi dengan mantan petinggi Lippo, Suhendra Atmadja. Komunikasi keduanya terkait sesuatu yang akan diberikan kepada Nurhadi.

"Maksud komunikasi saya (Doddy) dengan Suhendra Armadja, saya sampaikan pesan dari Pak Eddy Sindoro, kapan barang untuk Pak WU dicicil lagi? Pak WU adalah Nurhadi," ujar jaksa Abdul Basir saat membacakan BAP Doddy.

"Barang berikut entertainment 6 anggota Brimob ajudan Nurhadi. Beberapa hari kemudian saya tanya apa sudah ada barang yang akan diberikan ke Nurhadi. Tapi belum ada," kata jaksa saat melanjutkan pembacaan isi BAP.

Menurut jaksa, dalam pesan singkat di Blackberry Messenger (BBM), Doddy dan Eddy Sindoro seringkali berbicara tentang Nurhadi. Jaksa menduga, Doddy sering berhubungan dengan Nurhadi.

Baca juga: Pengakuan Anak Eddy Sindoro, Ubah Keterangan BAP Sehabis Lihat Youtube

Namun, dalam persidangan, Doddy tetap mengaku tidak ingat komunikasi seputar Nurhadi.

Dalam kasus ini, Eddy Sindoro didakwa memberikan suap sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar Amerika Serikat kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP).

Suap juga sebagai pelicin agar Edy menerima pendaftaran peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang. 

Diduga, pengurusan perkara tersebut melibatkan Nurhadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com