JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni menilai, ada upaya membuat masyarakat ragu untuk memilih Jokowi-Ma'ruf dengan menggunakan hoaks.
Banyaknya hoaks, menurut dia, menyebabkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf masih belum menembus 60 persen.
"Memang suasana di bawah tidak terlalu baik, terutama maraknya isu hoaks yang mendeligitimasi, dan demoralisasi hasil pembangunan Pak Jokowi. Manipulasi angka pembangunan sangat masif dilakukan oleh tim sebelah," kata Toni melalui pesan singkat, Rabu 28/11/2018).
Baca juga: Survei Median: Jokowi Masih Terhambat Masalah Ekonomi dan Kesejahteraan
"Dan ini menjadi catatan khusus bagi kami. Sehingga rakyat menjadi ragu, bimbang, bahkan bergeser ke sebelah dengan data-data palsu itu. Jadi ini catatan TKN," lanjut dia.
Ia menambahkan ke depan pihaknya akan lebih mengoptimalkan para calon anggota legislatif (caleg) untuk menyosialisasikan keberhasilan pemerintahan Jokowi di berbagai bidang.
Selain itu, timses Jokowi-Ma'ruf akan menjalankan strategi media serta pembagian tugas antara Jokowi dan Ma'ruf untuk menyosialisasikan keberhasilan pemerintah.
"Tapi Alhamdulillah, semua survei yang kredibel menunjukkan pak Jokowi menang. Sebenarnya 51 persen saja sudah menang tapi sebagai incumbent tentu target Rakernas kita harus menang banyak," kata Toni lagi.
Berdasarkan hasil survei Median yang dilakukan 4-16 November 2018 terhadap 1.200 responden yang memiliki hak pilih, suara pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 47,7 persen.
Adapun paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh 35,5 persen.
Baca juga: Erick Thohir Anggap Wajar Elektabilitas Jokowi-Maruf Fluktuatif
"Bagi Jokowi, ini ada peringatan yang dini. PR terberatnya adalah suara yang masih di bawah 50 persen, seharusnya bisa lebih," papar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun di Cikini, Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Ia menambahkan, masalah yang menjadi hambatan Jokowi-Ma'ruf ke depan adalah memperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sebab, sebanyak 48,9 persen masyarakat menyebut masalah ekonomi dan kesejahteraan yang belum diselesaikan pemerintah saat ini.
"Yang harus dilakukan Jokowi adalah menyelesaikan kegelisahan yang dirasakan masyarakat. Keberhasilan infrastruktur memang diakui, namun 29,30 persen masyarakat menilai hal itu tidak berpengaruh menurunkan harga dan menyediakan lapangan kerja," jelasnya.