JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengaku optimistis Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual dapat dirampungkan pada masa baktinya, yaitu periode 2014-2019.
Selain itu, sebagai pimpinan, ia pun mengaku akan mendorong pembahasan RUU yang dimulai sejak 2016 itu agar cepat selesai.
"Optimis dan kita akan dorong, kita sebagai pimpinan akan mendorong semua Undang-Undang yang menjadi janji dari Komisi VIII," kata Sodik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Sodik mengakui pembahasan RUU tesebut memang berjalan lambat. Namun, ia memastikan, hal itu masih dibahas alias tidak mandek.
Baca juga: 5 Kesalahan Soal Kekerasan Seksual yang Sering Dipercaya Orang
Salah satu hal yang membuat pembahasan RUU itu berjalan lambat adalah permasalahan menjadi meluas.
"Mungkin di satu sisi sebagai bukti kecintaan, keprihatinan, tapi masalah jadi meluas, bukan jadi mandek, tetapi jadi lambat," terangnya.
Selain itu, masih ada sejumlah hal yang masih perlu dibahas dengan pihak terkait. Misalnya, soal jenis kekerasan, rehabilitasi, lingkup kekerasan, serta hukuman.
Sodik menambahkan, perbedaan pendapat serta waktu yang padat turut berkontribusi terhadap lamanya pembahasan. Keterbatasan waktu semakin mempersulit dalam hal menyusun jadwal pertemuan.
"Kendalanya tadi masalahnya meluas, ada perbedaan pendapat, dan ketiga kami sudah masuk dalam tahun yang sibuk," ungkapnya.
Sebelumnya, beberapa pihak mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS setelah kasus Baiq Nuril mencuat.
Nuril, mantan pegawai honorer di SMA 7 Mataram, adalah korban pelecehan seksual yang justru menjadi terpidana lantaran dituding menyebarkan dokumen elektronik yang menjadi bukti pelecehan terhadap dirinya.
Nuril diputus bersalah setelah Mahkamah Agung (MA) memenangkan kasasi yang diajukan penuntut umum atas putusan bebas Pengadilan Negeri Mataram.
MA memutuskan Nuril bersalah telah melanggar Pasal 27 Ayat 1 UU ITE karena dianggap menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan asusila.
Atas putusan tersebut, Nuril yang telah bebas terancam kembali dipenjara dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Jika pidana denda tidak dibayar, hal itu diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.