JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi perempuan mendesak anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Desakan ini khususnya ditujukan pada Panitia Kerja Komisi VIII DPR.
"Kami meminta DPR RI, khususnya Panja Komisi VII memberi perhatian maksimal terhadap RUU ini dan dapat segera menuntaskan pembahasan RUU bersama pemerintah. Diharapkan bisa disahkan dalam periode ini tanpa mengurangi kualitasi substansi," ujar Koordinator dari Jaringan Kerja Prolegnas Pro-Perempuan (JKP3) Ratna Butara Munti, dalam konferensi pers di Kantor Kongres Wanita Indonesua (Kowani), Jalan Imam Bonjol, Minggu (18/11/2018).
Ratna mengatakan, RUU PKS ini sudah menjadi RUU inisiatif DPR sejak Februari 2017. Namun, sampai saat ini tidak ada perkembangan yang berarti.
Baca juga: Ini Sejumlah Terobosan dalam RUU PKS untuk Hapus Kekerasan Seksual
Padahal, sebentar lagi, masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 akan berakhir. Setelah Pemilihan Legislatif 2019, akan ada anggota DPR baru yang menduduki parlemen.
Sementara, sistem pembahasan Prolegnas di DPR tidak mengenal keberlanjutan dari periode sebelumnya.
"Bila RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini tidak maju juga dalam pembahasan tahun ini, maka bisa dipastikan RUU ini gagal disahkan dan artinya memulai kembali dari nol di DPR yang baru," ujar Ratna.
"Artinya, upaya yang dilakukan selama ini sejak 2015 diusulkan oleh masyarakat sipil hingga berhasil masuk Prolegnas, jadi sia-sia," tambah dia.
Desakan ini datang dari berbagai organisasi seperti JKP3, Cedaw Working Group Invitation (CWGI), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Maju Perempuan Indonesia (MPI) dan Indonesia Feminist Lawyer Club (IFLC), dan PP Fatayat NU.
Baca juga: DPR Bahas Perppu Kebiri, Akankah Tumpang Tindih dengan RUU PKS?
Ratna pun menyinggung berbagai kasus kekerasan seksual yang terungkap akhir-akhir ini. Salah satunya adalah kasus Baiq Nuril yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.
Padahal, ibu tiga anak itu telah divonis bebas oleh hakim saat sidang di Pengadilan Negeri Mataram dalam kasus dugaan penyebaran rekaman telepon asusila kepala sekolah SMU 7 Mataram.
Baiq Nuril Maknun adalah mantan pegawai honorer bagian Tata Usaha di SMU 7 Mataram, NTB.
Dengan adanya kasus itu dan kasus lain, Ratna mengatakan, RUU ini sudah mendesak untuk disahkan menjadi UU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.