Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Kalla: Politik Identitas di Indonesia Tidak Parah

Kompas.com - 02/08/2018, 18:21 WIB
Sandro Gatra

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, politik identitas selalu ada di negara-negara demokrasi.

Namun di Indonesia, politik identitas tersebut tidak separah yang dibicarakan masyarakat sebagai dampak dari keriuhan Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu.

"Politik identitas itu ada di semua negara demokrasi, bukan hanya di Indonesia. Banyak orang salah kaprah, seakan-akan Pilkada Jakarta itu menyebabkan perpecahan, ada suatu politik identitas yang besar," ujar Wapres Kalla dalam Diskusi Business Lunch "Waspada Ekonomi Indonesia di Tahun Politik" di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (2/8/2018), seperti dikutip Antara.

"Memang itu terjadi, tetapi tidak separah apa yang dikatakan, dengan contoh (Pilkada) Jakarta," tambah Kalla.

Wapres menjelaskan, berdasarkan data hasil pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, pemilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat waktu itu, justru lebih banyak non-Kristiani.

Hal itu terlihat dari persentase pemilih non-Islam di DKI Jakarta sebanyak 21 persen, sementara perolehan suara Ahok-Djarot mencapai 43 persen.

"Di DKI, pemilih non-Islam yang sekiranya memilih Ahok, walaupun tidak, itu cuma 21 persen; tetapi warga DKI yang memilih Ahok kan 43 persen. Jadi lebih banyak pemilih Islam yang memilih Ahok dibandingkan pemilih non-Islam. Berarti, sebenarnya, tidak ada, tidak terbelah ini, politik identitas," jelas Wapres Jusuf Kalla.

Selain itu, Wapres juga mencontohkan kondisi politik identitas yang terjadi di Amerika Serikat.

Di negeri Paman Sam itu, kata JK, perlu waktu sedikitnya 175 tahun untuk warga Amerika Serikat memiliki presiden beragama Katolik.

"Di AS, yang mayoritas Kristen Protestan, baru memiliki presiden Katolik pertama itu setelah 175 tahun, (John F.) Kennedy. Bahkan, mereka perlu 240 tahun untuk orang kulit hitam bisa jadi Presiden (Barack Obama)," tutur Wapres.

Oleh karena itu, menjadi lumrah apabila presiden di Indonesia umumnya adalah orang bersuku Jawa, karena 60 persen penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Presiden kita umumnya dari Jawa, ya itu karena 60 persen penduduk Indonesia itu di Jawa; maka akan terjadi (orang memilih) orang yang dia kenal," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com