JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq khawatir andai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi syarat cawapres.
Seperti diketahui, Partai Perindo mengajukan uji materi Pasal 169 huruf N UU Pemilu ke MK. Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi pihak terkait dalam uji materi tersebut.
"Saya hanya takut saja jika JR ini dikabulkan maka muncul kembali ketakutan kita, semangat reformasi dipatahkan dan munculnya rezim otoriter," ujarnya di Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Kekhawatiran Maman muncul karena andai MK mengabulkan gugutan tersebut, batasan kekuasaan presiden dan wakil presiden dinilai tak akan ada lagi.
Baca juga: PKB: Andai Uji Materi Dikabulkan, Tak Berarti Jokowi Pilih Kalla Jadi Cawapres
Bila itu terjadi, Kalla yang sudah dua kali menjadi wapres pun bisa maju lagi sebagai cawapres 2019. Bukan tak mungkin, ia akan terpilih lagi dan menduduki posisi wapres untuk ketiga kalinya.
Padahal sebelumnya, Kalla sudah menjadi wapres dua periode yakni pada 2004-2009 dan 2014-2019.
Batasan kekuasaan merupakan salah satu poin penting yang diperjuangan ketika Reformasi. Hal ini menyusul rezim Orde Baru yang bisa berkuasa hingga 32 tahun.
Pasca reformasi, UUD 1945 diamandemen. Jabatan presiden dan wakil presiden hanya dibatasi maksimal 2 kali periode berdasarkan Pasal 7 UUD 1945.
Baca juga: Jusuf Kalla Ungkap Alasan Bersedia Dicalonkan Lagi Jadi Cawapres
Bunyi Pasal 7 UUD 1945 yakni: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Menurut sejumlah pihak, pasal tersebut masih menimbulkan ketidakpastian terkait penjelasan apakah aturan tersebut berlaku untuk masa jabatan yang berturut-turut atau tidak.
Dengan menjadi pihak terkait uji materi Pasal 169 huruf N UU Pemilu yang diajukan Perindo, Jusuf Kalla bisa meminta tafsir Pasal 7 UUD 1945. Sebab Pasal 169 huruf N berkaitan dengan Pasal 7 UUD 1945.
Pasal 169 huruf N UU Pemilu mengatur tentang syarat capres dan cawapres yakni belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
"Saya mengingatkan bahwa konstitusi itu mengatur cuma dua yakni penegakan hak asasi manusia dan juga kesejahteraan secara luas. Itu tidak pernah tercapai kalau ada rezim yang otoriter," kata dia.