Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Tak Jadi Cawapres, Jusuf Kalla Belum Tentu Dukung Jokowi

Kompas.com - 27/07/2018, 11:53 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Keinginan Jusuf Kalla mendampingi Joko Widodo sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019 bisa gagal jika Mahkamah Konstitusi tak mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Jika hal itu terjadi, ke mana arah dukungan Jusuf Kalla apabila ia tidak menjadi cawapres bagi Jokowi?

"Ah, kita belum tahu, nanti kita lihat siapa calon yang ada," ujar Kalla dalam wawancara khusus dengan Rosiana Silalahi yang tayang di Kompas TV, Kamis (26/7/2018) malam.

Baca juga: Jika Diperbolehkan UU, Kalla Yakin Digaet Lagi Jadi Cawapres Jokowi

Rosi kemudian bertanya soal kemungkinan Kalla tidak "satu perahu" lagi dengan Presiden Jokowi.

Kalla menjawab, "Artinya kalau saya seperahu, maknanya bersama-sama (capres dan cawapres). Ya (kalau tidak seperahu) pasti tidak sama-sama lagi kan. Karena beliau tentu dengan pasangan lain."

Dalam jawaban selanjutnya, Kalla sempat melontarkan pernyataan memilih netral apabila tidak menjadi cawapres Jokowi lagi.

"Saya akan netral. Saya akan..." ia tidak melanjutkan pernyataannya.

Baca juga: Dituding Tak Sejalan dengan Amanah Reformasi, Ini Jawaban Jusuf Kalla

Rosi menegaskan pertanyaanya kembali, "Bapak akan netral?"

Kalla menjawab, "Artinya ya, tentu tergantung siapa calonnya. Kita kan belum tahu. Kalau memang calonnya sesuai dengan pikiran saya, saya akan mendukung itu."

Ia kembali menegaskan, apabila cawapres Jokowi nantinya tidak sesuai dengan preferensi politiknya, ia memilih untuk tidak mendukung Jokowi, juga tidak kontra Jokowi.

Artinya, Kalla memilih netral.

Baca juga: Uji Materi Masa Jabatan Wapres, Yusril Masuk dalam Tim Kuasa Hukum JK

Kriteria cawapres Jokowi yang akan didukung Kalla  yakni memiliki karakter baik, tidak memiliki cela masa lalu, tidak memiliki persoalan hukum, dan memiliki pengetahuan yang baik dalam hal mengembangkan ekonomi Indonesia.

Kalla juga akan mendukung sosok yang diterima seluruh kelompok masyarakat di Indonesia.

Namun sayang, Kalla enggan menyebutkan nama siapa sosok yang ia maksud tersebut.

"Saya tidak mau berandai-andai. Nanti kalau berandai-andai, menyinggung lagi salah satu pihak lagi. Menjadi masalah lagi," ujar Kalla.

Perindo menggugat syarat menjadi presiden dan wapres dalam pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurut Perindo, pasal itu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. Perindo meminta aturan yang membatasi masa jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode tersebut hanya berlaku apabila presiden dan wapres itu menjabat secara berturut-turut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com