Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Tolak PKPU, PDI-P Kini Dukung Larangan Caleg Mantan Koruptor

Kompas.com - 04/07/2018, 14:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto memastikan partainya tak akan mengusung mantan koruptor menjadi caleg pada Pemilu 2019.

Hal itu disampaikan Hasto menanggapi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan yang di dalamnya tertuang larangan mencalonkan mantan koruptor menjadi caleg.

"PDI-P memastikan bahwa tidak akan mengusulkan bakal calon legislatif di semua tingkatan yang berlatar belakang mantan narapidana korupsi, bandar narkoba, dan kekerasan seksual terhadap anak-anak," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Rabu (4/7/2018).

Baca juga: PDI-P Dukung Menkumham Tak Teken PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Sebelumnya, sikap PDI-P sama dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly yang menilai PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam Undang-Undang Pemilu, pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g menyatakan seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Dengan demikian, mantan koruptor pun diperbolehkan menjadi caleg.

Kini, setelah Menkumham mengundangkan PKPU tersebut, PDI-P mendukung larangan pencalegan mantan koruptor.

Baca juga: Kemenkumham Undangkan PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg, Ini Respons Kemendagri

Hasto menyatakan partai harus terus berjuang membela hak konstitusional setiap warga negara untuk memilih dan dipilih, namun juga harus memahami aspirasi rakyat terhadap pentingnya calon anggota legislatif yang bebas dari korupsi.

Karena itu, Hasto mengapresiasi KPU yang telah melakukan terobosan hukum guna meningkatkan kualitas DPR ke depan.

Ia pun mempersilakan pihak yang tak luas dengan PKPU tersebut untuk menggugatnya ke Mahkamah Agung (MA).

“Kami selalu berkoordinasi dengan Menkumham, mencermati berbagai aspirasi yang berkembang, dan mendorong peningkatan kualitas demokrasi yang diawali dengan seleksi bakal calon yang bebas dari korupsi,” kata Hasto.

"Bagi PDI-P sendiri, mereka yang terkena OTT (operasi tangkap tangan) dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sudah diberi sanksi pemecatan dari partai, dengan demikian secara otomatis tidak bisa dicalonkan, karena tidak lagi menjadi anggota partai," lanjut dia.

Baca juga: Akhirnya, Kemenkumham Mengundangkan PKPU Pencalonan Anggota Legislatif

Setelah mengalami pro dan kontra, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (3/7/2018) malam, akhirnya mengundangkan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

Pelarangan pencalonan eks napi bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi diakomodasi dalam pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan parpol.

”Kami sudah mengundangkan dan mengunggah PKPU itu. Ini semua demi demokrasi dan penyelenggaraan pemilu supaya tidak terganggu,” kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana, seperti dikutip harian Kompas.

Kompas TV Solusi apa yang bisa diambil agar larangan mantan koruptor menjadi caleg bisa tetap berlaku?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com