Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkumham Diminta Undangkan PKPU Larangan Eks Koruptor "Nyaleg"

Kompas.com - 03/07/2018, 09:01 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap Kementerian Hukum dan HAM segera mengundangkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan Kota.

"Kami berharap Kemenkumham mengundangkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Kalaupun diperlukan pelarasan dan harmonisasi dilakukan untuk pengaturan teknis yang sifatnya lebih baik," kata Titi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/6/2018).

"Jadi hanya sekedar teknis untuk merapikan terkait dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan, tetapi tidak boleh mengubah substansi yang sudah dibuat oleh KPU," ucap Titi.

Pengundangan PKPU, menurut Titi, adalah salah satu syarat legalitas sebuah peraturan perundangan untuk diketahui oleh masyarakat.

Baca juga: PKPU Larangan Koruptor Jadi Caleg, dari Sikap Jokowi hingga Ancaman Angket DPR

Dengan berlandaskan kemandirian KPU, Titi berharap Kemenkumham segera mengundangkan PKPU itu sesegera mungkin.

"Bagaimanapun Kemenkumham punya kewajiban bagi hak masyarakat luas untuk menyebarluaskan PKPU tentang pencalonan ini," ujar Titi.

"Karena tujuan dari pengundangan suatu peraturan adalah untuk menbuat orang banyak tahu berkaitan dengan peraturan yang dikeluarkan sebuah institusi yang berwenang," kata dia.

Menurut Titi, apa yang dilakukan KPU merupakan langkah nyata untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas.

Salah satunya adalah dengan melarang mantan narapidana kasus kejahatan luar biasa, seperti korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak, untuk maju sebagai caleg.

"Saya kira KPU sudah on the track," kata dia.

Lebih lanjut, Titi menuturkan, Pemilu 2019 akan berjalan dengan baik, jika hasil produk dari pemilu sendiri memiliki kontribusi bagi penguatan mutu demokrasi.

"Penting untuk memastikan bahwa hasil produk dari pemilu itu antara lain anggota parlemennya adalah figur-figur yang berkontribusi dalam perbaikan pelayanan publik, tata kelola yang bersih, dan juga penguatan mutu demokrasi yang baik," ucap dia.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly sendiri ketika dikonfirmasi pada Senin sore, bersikeras bahwa PKPU itu tak bisa diundangkan lantaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca: KPU Berlakukan Larangan Mantan Koruptor "Nyaleg", Ini Kata Menkumham

Khusus dalam Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Meski demikian, ia mengaku, belum mengetahui detail terkait kebijakan KPU yang memberlakukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu dan akan segera mempelajari aturan terkait penyelenggaraan pemilu tersebut.

"Kalau dengan undang-undang enggak bisa, tapi kita lihat dulu. Saya belum lihat ya, aku pelajari dulu," ujar Yasonna di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum akhirnya merilis peraturan baru dalam Pemilu Legislatif 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com