Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Belum Ada Teknis Pelaksanaan Sanksi Kerja Sosial dalam RKUHP

Kompas.com - 12/06/2018, 18:26 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menilai pidana sanksi kerja sosial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan sulit untuk diimplementasikan.

Pasalnya, saat ini RKUHP belum mengatur mengenai lembaga mana yang akan bertanggungjawab terkait pelaksanaan pidana kerja sosial.

"Terkait dengan alternatif non pemenjaraan seperti pidana kerja sosial dan pidana mengangsur, RKUHP sama sekali tidak mengatur teknis pelaksanaanya. Tergambar jelas bahwa dalam pembahasan RKUHP, aspek implementasi tidak diperhatikan," kata Anggara kepada Kompas.com, Selasa (12/6/2018).

Baca juga: Sanksi Kerja Sosial Jadi Hukuman Alternatif dalam Draf RKUHP

Sanksi kerja sosial merupakan salah satu dari tiga alternatif pemidanaan non-penjara yang diatur dalam RKUHP.

Selain sanksi kerja sosial diatur pula pidana pengawasan dan pelaksanaan pidana penjara dengan cara mengangsur.

Persoalan lain yang muncul terkait pelaksanaan alternatif pemidanaan adalah mengenai syarat penerapan.

Dalam draf RKUHP per 28 Mei 2018, pidana kerja sosial hanya dapat diterapkan untuk tindak pidana dengan ancaman paling tinggi 5 tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari 6 bulan penjara.

Baca juga: Ketua KPK Usulkan Sanksi Sosial bagi Koruptor untuk Bersihkan Sampah di Pasar

Syarat yang diatur dalam ketentuan tersebut membuat alternatif pemidanaan non penjara sulit diterapkan.

"Syarat ini jelas akan membuat alternatif non pemenjaraan sulit untuk diterapkan," ujar Anggara.

Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional sekaligus anggota tim perumus RKUHP Enny Nurbaningsih menuturkan, ada perubahan terkait bentuk pemidanaan dalam draf RKUHP.

Baca juga: Kabareskrim Nilai Sanksi Sosial Bisa Cegah Perilaku Korupsi

Dalam draf tersebut diatur bentuk pemidanaan berupa sanksi kerja sosial sebagai alternatif dari sanksi penjara dan denda.

"Pidana penjara bisa berubah menjadi pidana denda, bisa juga pidana tambahan atau kerja sosial. Semua ini terkait dengan tujuan pemidanaan," ujar Enny saat berbicara dalam Konsultasi Nasional bertajuk "Merancang Arah Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia" di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2018).

Enny menjelaskan, penambahan sanksi kerja sosial sebagai hukuman alternatif bertujuan untuk mengurangi persoalan kelebihan kapasitas (over capacity) dalam lembaga pemasyarakatan.

Baca juga: Kabareskrim Usulkan Koruptor Perlu Dikenakan Sanksi Sosial

Ia mencontohkan Belanda yang menekankan pemidanaan pada sanksi denda. Dengan demikian, Belanda tidak mengalami masalah lapas yang melebihi kapasitas.

Pemberian atau penerapan sanksi kerja sosial, kata Enny, nantinya akan menjadi kewenangan hakim saat memutus sebuah perkara.

"Maka mudah-mudahan tidak ada masalah over kapasitas," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com