Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Idrus Marham Enggan Komentar soal Aliran Dana Korupsi di Bakamla

Kompas.com - 21/05/2018, 21:12 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sosial RI Idrus Marham diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

Usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Idrus menolak berkomentar soal aliran dana dalam kasus korupsi ini. 

“Ya sudah pokoknya saya sudah konfirmasi (soal aliran dana tersangka Fayakhun Andriadi),” kata Idrus.

Dalam pemeriksaan itu, Penyidik KPK membutuhkan keterangan untuk mengklarifikasi informasi aliran dana terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P TA 2016 untuk Bakamla RI.

Baca juga: Diperiksa KPK, Yorrys Bantah Terima Uang Kasus Korupsi Bakamla

Saat ditanya terkait dugaan adanya aliran uang senilai Rp 1 miliar dari tersangka Fayakhun Andriadi, Idrus tidak menjawab secara detail akan hal tersebut.

“Konfirmasi jadi saya kira nggak ada yang perlu, makanya tadi saya datang sendiri ya,” ucap dia.

“Ya sudahlah saya katakan kan saya sudah bilang tadi saya sudah jelaskan semua nya (ke penyidik KPK),”lanjut dia.

Mantan Sekjen partai Golkar tersebut menegaskan dirinya hadir ke KPK untuk memberikan klarifikasi terhadap tuduhan yang ditujukan kepada dirinya telah dituduhkan kepada dirinya.

Baca juga: KPK Panggil Dirjen Anggaran Kemenkeu dan 2 Politisi Golkar Terkait Korupsi Bakamla

Lebih lanjut, saat ditanyai mengenai aliran uang terkait pencalonan Fayakhun sebagai Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, Idrus Marhan enggan memberikan jawaban secara rinci.

“Musda (musyawarah daerah) nya saya nggak ikut,” ucap Idrus.

Sebelumnya Senin (14/5/2018) KPK telah memeriksa Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai terkait kasus yang sama.

Dalam kasus ini, Fayakhun Andriadi diduga menerima suap berupa hadiah atau janji yang terkait dengan jabatannya sebagai anggota Komisi I DPR. 

Kompas TV Kabiro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut Bakamla Novel Hasan divonis 4 tahun penjara.


Suap itu diduga merupakan fee atas jasa Fayakhun dalam memuluskan anggaran pengadaan satellite monitoring di Bakamla pada APBN-P tahun anggaran 2016.

Menurut KPK, Fayakhun diduga menerima fee 1 persen dari total anggaran proyek Bakamla RI senilai Rp 1,2 triliun.

Fee Rp 12 miliar untuk Fayakhun itu diberikan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya, Muhammad Adami Okta.

Suap untuk Fayakhun disebut diberikan secara bertahap sebanyak empat kali. Fayakhun juga diduga menerima 300.000 dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com