JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Pansus revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) Supiadin Aries Saputra menilai, informasi intelijen dapat dijadikan bukti permulaan Polri untuk menangkap dan menahan terduga teroris.
Penangkapan dan penahanan tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan.
"Kalau terduga teroris, (syaratnya) bukti permulaan yang cukup. Bukti itu bisa dari laporan intelijen. Bukan laporan orang intelijen. Bolak-balik saya bilang laporan badan intelijen. Apakah tingkat BAIS (Badan Intelijen Strategis TNI), BIN (Badan Intelijen Negara) atau Mabes Polri," ujar Supiadin di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Baca juga: Pansus RUU Antiterorisme Ingin Definisi Terorisme Diperketat Agar Polri Tak Bertindak Subyektif
Menurut Supiadin, meski informasi intelijen bisa dijadikan bukti permulaan, namun Polri harus memastikan terduga teroris tersebut merencanakan dan mempersiapkan aksi teror.
Oleh sebab itu, ia memastikan aparat penegak hukum tidak bisa sembarangan dalam melakukan penangkapan dan penahanan seorang terduga teroris.
"Itu pun tidak sembarangan orang. Siapa? Orang yang diduga merencanakan, mempersiapkan untuk melaksanakan aksi. Kalau dia tidak ditemukan mempersiapkan dan merencanakan, tidak bisa juga ditangkap. Itu ciri khasnya penangkapan itu. Ada dugaan kuat mempersiapkan dan merencanakan aksi itu," kata Supiadin.
Baca juga: Definisi Terorisme Dinilai Harus Tercantum dalam Batang Tubuh RUU Antiterorisme
Pasal 28 draf RUU Antiterorisme per 18 April 2018 menyatakan, penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan Tindak Pidana Terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk waktu paling lama 14 hari.
Jika merasa tidak cukup, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan kepada Kejaksaan Agung paling lama tujuh hari.
Selain itu pasal tersebut juga menegaskan, pelaksanaan penangkapan dan penahanan tersangka tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia.