Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Definisi Terorisme Dinilai Harus Tercantum dalam Batang Tubuh RUU Antiterorisme

Kompas.com - 21/05/2018, 15:18 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pansus revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) Muhammad Syafi'i menegaskan bahwa ketentuan soal definisi terorisme harus diatur dalam batang tubuh rancangan undang-undang.

Menurut Syafi'i, hal itu bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana terorisme.

"Kalau kemudian tidak bebas menangkap ya memang harus tidak bebas. Karena di negara hukum, aparat negara itu pada dasarnya tidak punya kewenangan apapun kecuali yang diberikan oleh hukum itu sendiri, karena itu kita ingin memberikan kewenangan itu lewat hukum," ujar Syafi'i di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/5/2018).

Baca juga: ICJR Minta Pengesahan RUU Antiterorisme Tak Cederai Kebebasan Sipil

Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk memasukkan frasa motif politik, ideologi dan mengancam keamanan negara.

Artinya, suatu tindak pidana bisa dikategorikan sebagai kejahatan terorisme apabila pelaku memiliki tujuan politik, berdasarkan ideologi tertentu dan mengancam keamanan negara.

Selain itu, lanjut Syafi'i, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyusunan Undang-Undang, definisi suatu tindak pidana atau norma hukum harus diatur dalam batang tubuh, bukan di bagian penjelasan umum.

"Kalau ada yang berpikir nanti tentang motif politik masuk dalam penjelasan, dasarnya apa?" kata politisi Partai Gerindra itu.

Baca juga: Sekjen PPP Klaim Fraksi Partai Koalisi Satu Suara soal RUU Antiterorisme

Sebelumnya, anggota Pansus RUU Antiterorisme Arsul Sani mengungkapkan, pihak Polri keberatan jika ada frasa motif ideologi serta politik dalam definisi terorisme dan dicantumkan dalam batang tubuh undang-undang.

Polri khawatir pasal tersebut nantinya akan dimanfaatkan pihak kuasa hukum terduga teroris. Mereka dapat berkilah kliennya tidak dapat dijerat dengan UU Antiterorisme karena tidak memiliki motif politik atau ideologi saat melakukan aksinya.

Namun, setelah pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dan sejumlah sekjen partai pendukung pemerintah, disepakati adanya alternatif terkait ketentuan definisi.

Partai pendukung pemerintah, kata Arsul, tidak keberatan jika nantinya definisi tetap mencantumkan frasa motif ideologi dan politik dalam definisi.

Baca juga: Pendekatan HAM Diharapkan Jadi Pertimbangan dalam RUU Antiterorisme

Namun, ketentuan tersebut tidak diletakkan dalam batah tubuh, melainkan dalam bagian penjelasan umum.

"Maka kesepakatan yang ada, alternatif yang ada itu tidak dimasukan dalam batang tubuh tapi itu diletakkan dalam penjelasan umum. Itu menunjukan agar peristiwa teroris itu ya pasti ada persoalan ideologi dan motif politik," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

"Agar tidak mengganggu dan mempersulit itu tidak ditaruh di pasal. Ini bentuk aspirasi dari masyarakat agar tidak mudah semua perbuatan dikenakan UU Antiterorisme," ucapnya.

Kompas TV Berikut Catatan KompasTV bersama Jurnalis KompasTV, Sofie Syarief. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com