Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komando Operasi Gabungan Dinilai Tak Tepat untuk Berantas Teroris

Kompas.com - 16/05/2018, 09:21 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti LIPI sekaligus tim ahli DPR Poltak Partogi Nainggolan menilai wacana pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan dalam rangka penanggulangan terorisme, tidak tepat. Menurut Partogi, justru pemerintah seharusnya fokus dalam memperkuat data dan operasi intelijen.

"Komando operasi gabungan, itu terlalu salah kaprah. Enggak perlu, seolah ada ancaman negara. Yang perlu adalah data dan operasi intelijen. Itu yang harus kuat dan bagus," ujar Partogi seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi terkait RUU Antiterorisme, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Partogi mengatakan, TNI bisa saja dilibatkan dalam pemberantasan terorisme, namun dengan situasi dan kondisi tertentu, yakni adanya pendudukan suatu wilayah oleh kelompok teroris. Ia mencontohkan keterlibatan TNI dalam operasi Tinombala dalam memberantas kelompok teroris pimpinan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.

Selain itu Partogi juga mencontohkan upaya militer Filipina dalam memberantas kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS di Marawi, Filipina Selatan.

"Kalau misalnya ada pendudukan seperti di Poso atau Marawi itu baru boleh TNI turun. Tapi kalau lonewolf atau masih dicurigai dia terkait jaringan teroris, maka cukup operasi intelijen," kata Partogi.

Baca jugaPembahasan RUU Anti-Terorisme Tinggal Perdebatan Definisi Terorisme

Sebelumnya, pemerintah mempertimbangkan untuk membentuk kembali Komando Operasi Khusus Gabungan dalam rangka penanggulangan terorisme. Satuan teror tersebut akan diisi prajurit-prajurit terpilih dari satuan-satuan antiteror Kopassus TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Satbravo TNI AU.

"Kemarin saya diskusi dengan Presiden (Joko Widodo) dan beliau sangat tertarik, sangat mungkin akan dihidupkan kembali," kata Kepala Staf Presiden Moeldoko ketika ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Meski TNI sudah memiliki Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC), namun pembentukan satuan tersebut dianggap tetap dibutuhkan.

"Pembentukan itu dalam situasi dan kondisi global saat ini sungguh diperlukan," kata mantan Panglima TNI tersebut.

Apalagi, menurut Moeldoko PPRC butuh waktu untuk bisa diterjunkan dengan cepat. Berbeda dengan Komando Operasi Khusus Gabungan yang khusus untuk menangani kondisi teror.

Baca jugaKomisi I Nilai Pasal Pelibatan TNI dalam RUU Anti-Terorisme Sudah Proporsional

"Begitu ada kejadian, kita proyeksikan prajurit ke sana dengan mudah bisa mengatasi. Pasukan itu disiapkan dalam tempo yang secepat-cepatnya, bisa digeser," kata dia.

Komando Operasi Khusus Gabungan tersebut pernah dibentuk oleh Moeldoko saat menjabat sebagai panglima TNI. Pasukan itu berjumlah 90 orang dari prajurit-prajurit terpilih dari satuan-satuan antiteror yang dimiliki oleh pasukan khusus di tiga matra TNI.

Satuan khusus tersebut dibentuk sebagai salah satu bentuk kesiapsiagaan TNI dalam menanggulangi ancaman teroris. Pasukan khusus antiteror bersifat stand by forces sehingga bisa digerakkan kapan saja.

Kompas TV Perlukah TNI Dilibatkan Dalam Pemberantasan Terorisme?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com