JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menilai pasal yang mengatur pelibatan TNI dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Anti-terorisme) sudah proporsional.
Panja RUU Anti-Terorisme menyepakati mekanisme pelibatan TNI akan diatur lebih detil diserahkan kepada Presiden melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres).
"Menurut saya sudah proporsional artinya kita mengakui bahwa memang kebutuhan untuk melibatkan TNI secara khusus dan terbatas menghadapi tantangan terorisme yang berubah," ujar Hanafi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
"Memang TNI itu butuh dilibatkan tapi kemudian operasionalisasinya dan tingkat ancaman kapan TNI itu bisa masuk kan perlu aturan tersendiri," ucap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Baca juga : Sikapi UU Terorisme, Polri Sebut Keterlibatan TNI Bukan Hal Baru
Dengan pengaturan mekanisme melalui Perpres, lanjut Hanafi, presiden mendapat mandat penuh untuk mengatur kapan institusi militer bisa dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Ia menuturkan, melalui Perpres, presiden dapat membuat aturan lebih detil terkait operasionalisasi TNI.
"UU yang baru nanti saya kira akan memberi mandat pada presiden supaya ada aturan yang lebih tegas," tuturnya.
Di sisi lain, Hanafi menilai pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme tetap berada dalam koridor Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI). UU tersebut mengatur bahwa TNI juga memiliki tugas melaksanakan operasi militer selain perang.
Baca juga : Pelibatan TNI Disepakati, RUU Anti-terorisme Segera Disahkan
"Saya rasa tidak bertabrakan juga dengan UU TNI. Di UU TNI kan juga secara eksplisit sudah disebutkan bahwa salah satu tugas operasi militer selain perang TNI adalah memberantas aksi terorisme dan mengatasi terorisme," kata Hanafi.
Secara terpisah, anggota Pansus RUU Anti-terorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani menuturkan bahwa pasal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme pada dasarnya mengacu pada kerangka Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI). Pasal tersebut menyatakan bahwa TNI bisa dilibatkan dalam operasi militer selain perang.
"Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Ini adalah terjemahan dari pasal 7 ayat 2 uu tni. Itu kemudian disepakati detailnya itu akan dituangkan dalam Peraturan Presiden," kata Arsul.
Baca juga : Korban Terorisme: Saya Memaafkan Mereka karena Allah Maha Pemaaf...
"Jadi UU terorisme tidak secara detail mengatur tentang peran TNI dlm terorisme tapi menyepakati bahwa peran itu akan diatur secara detail dalam bentuk Peraturan Presiden," ucapnya.
Arsul menjelaskan pelibatan TNI harus berada di bawah kewenangan Presiden sebab pemberantasan terorisme merupakan tugas pemerintah.
Selain itu, institusi Polri dan TNI sama-sama berada di bawah kendali Presiden sebagai panglima tertinggi.
"Jadi biar Presiden yang mengatur peran itu. Tetap dalam koridor UU yang ada," tutur Arsul.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.