Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bom Surabaya, Antara Dendam dan Pembuktian Eksistensi ISIS...

Kompas.com - 14/05/2018, 08:51 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Serangan bom di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018) kemarin, menyingkap fakta mengejutkan. Terduga pelaku teror diketahui merupakan satu keluarga. 

Pengamat terorisme dari The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menyoroti fenomena ini. 

"Apakah faktor kemiskinan membuat mereka menjadi bomber maut? Dari indikasi rumah hunian, mereka bukan orang miskin, namun dari kelas ekonomi berkecukupan," ujar Harits kepada Kompas.com, Senin (14/5/2018). 

Jika bukan ekonomi, lantas apa yang mendorong ayah, ibu dan anak ini untuk melakukan serangan bom? 

"Analisis saya, energi terbesar yakni soal pemahaman teologi beku yang diadopsi suami-istri, yang kemudian diperkenalkan ke putra-putrinya dengan waktu sekaligus intensitas yang cukup," ujar Harits.

Baca juga: Kapolri: Satu Keluarga Pelaku Bom Gereja Surabaya Terkait Kelompok ISIS

Apalagi, sang ayah bernama Dita Oepriarto (47), menurut catatan kepolisian merupakan Ketua Jamaah Anshar Daulah (JAD) Surabaya Raya. 

Selain itu, menurut Harits, pelaku berasumsi bahwa mereka dan kawan-kawannya saat ini tengah menjadi korban kezaliman. Cara mereka dalam mengekspresikan keyakinan pun terhalang langkah-langkah negara melalui aparat keamanan. 

Faktor-faktor di atas, lanjut Harits, menstimulasi rasa dendam, keputusasaan dan kenekatan dalam diri si ayah dan ibu. 

"Artikulasi puncaknya, mereka memilih sebagai bomber maut, mengajak serta anak-anak mereka," kata Harits.

Eksistensi ISIS

Sebagaimana diberitakan, ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tiga gereja oleh satu keluarga di Surabaya itu. 

Kepolisian juga menemukan indikasi keluarga tersebut berafiliasi pada ISIS. Mengingat, JAD merupakan salah satu organisasi penopang ISIS yang beraktivitas di Tanah Air.

Baca juga: Warga Sekitar Kaget Terduga Peledakan Bom di Surabaya Itu Ternyata Dita

Menurut Harits, klaim ISIS bisa dimaklumi. Sebab di Timur Tengah, posisi ISIS semakin tersudut usai dibombardir Amerika Serikat beserta sekutunya, beberapa waktu lalu. 

"Mereka butuh menunjukkan eksistensinya. Mereka ini sedang butuh membangkitkan moral semua elemen yang menjadi bagiannya dengan narasi keberhasilan-keberhasilan serangan sporadis dan terencana yang dilakukan di banyak negara di luar Suriah," ujar Harits.

"Jadi, antara dendam kesumat dan kelompok yang lagi lemah sedang membangun citra melalui aksi teror akan menjadi pusaran dari fenomena kekerasaan saat ini dan bisa jadi di waktu mendatang," kata dia. 

Namun, publik mesti mendapat pencerahan soal siapa mastermind atau otak bom gereja di Surabaya.

Sebab, peristiwa itu menyisakan sejumlah tanda tanya. Siapa yang mampu merakit bom berdaya ledak tinggi seperti itu? Siapa yang mengajari? Bagaimana pelaku mendapatkan bahan baku bom? Apakah melalui buku panduan? Siapa yang memberi buku panduan itu?

Terlebih, siapa dan bagaimana Dita dan keluarganya berkenalan dengan ideologi teror, sehingga siap menjadi "pengantin"? 

"Mengingat serangan ini dilakukan secara terorganisasi dan diduga melibatkan banyak orang, lantas siapakah mastermind-nya? Publik menunggu jawaban dari pemerintah dengan terang benderang," ujar Harits. 

Kompas TV Ledakan terjadi di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018) pagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com