Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencabutan Hak Politik Dinilai Signifikan Beri Efek Ngeri bagi Para Politisi

Kompas.com - 27/04/2018, 06:20 WIB
Reza Jurnaliston,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA,KOMPAS.com - Pengamat politik Para Syndicate Ari Nurcahyo menilai, putusan Majelis Hakim terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto sudah tepat karena dianggap mampu untuk memberi efek ngeri bagi para politisi untuk tak lagi berbuat korupsi. 

Setya Novanto selain diganjar hukuman penjara dan denda juga mendapat hukuman pencabutan hak politik.

“Ya itu saya pikir suatu hal putusan hakim tepat ya, karena saat ini kita berhadapan dengan sistem politik demokrasi koruptif. Pencabutan hak politik sebagai hak politisi sangat signifikan berimbas para politisi menjadi takut untuk berbuat korupsi,” katanya, di kantor PARA Syndicate, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

(Baca juga: Kasus E-KTP Diminta Tak Berhenti di Setya Novanto)

Ia berharap, pencabutan politik tetap berlangsung seterusnya dan menjadi sanksi sosial disamping sanksi hukum yang diterima.

“Ini tidak berhenti hanya di pak Setnov saja tetapi sebagaimana perilaku korupsi yang begitu masif sekarang ini di era demokrasi mampu diputus,” ucapnya.

Lantas Putusan Majelis Hakim, menurut Ari Nurcahyono, mampu memberi efek jera dan memutus mata rantai korupsi politik yang merajalela.

“Korupsi politik pak Setnov menjadi milestone yang baik untuk menata bagaimana agenda pemberantasan korusi ke depan lebih ditegaskan lagi,” tuturnya.

(Baca juga: Kader Golkar Diminta Belajar dari Vonis Novanto)

Putusan Setya Novanto, kata Ari Nurcahyono, menjadi hal fundamental yang mengkuatkan gerakan antikorupsi.

Diketahui, Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, politisi Partai Golkar itu terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

(Baca juga: Sekjen Golkar: Putusan Novanto Pukulan yang Sangat Keras)

Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Majelis hakim juga mencabut hak politik mantan Ketua DPR itu selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Hal itu sesuai tuntutan jaksa KPK.

Kompas TV Sebelumnya, Dokter Hafil Budianto Abdulgani  sudah pernah bersaksi  untuk terdakwa? Dokter Bimanesh Sutarjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com