JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menilai, vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, pukulan yang sangat keras bagi partainya.
"Saya pikir ini suatu pukulan yang sangat keras tetapi itu menjadi pembelajaran buat kita. Dan mudah-mudahan dengan adanya kejadian ini memberikan hikmah buat kita yang masih berlanjut di karier politik ini," ujar Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/4/2018).
(Baca juga: Akankah KPK Telusuri Pencucian Uang Setya Novanto?)
Apalagi, kata Lodewijk, saat ini Partai Golkar tengah gencar membangun citra melalui slogan "Golkar Bersih".
"Ya kita tentunya sebagai kader sangat menyesalkan masalah itu terjadi. Dan itu menjadi pembelajaran buat kader Golkar saat ini tentang kasus-kasus itu," katanya melanjutkan.
Lodewijk menuturkan, Partai Golkar menghormati keputusan majelis hakim tersebut. Ia juga berharap keluarga Novanto tabah dalam menghadapinya.
"Tentunya kami dari Partai Golkar menghormati keputusan pengadilan dan kita beharap juga Pak Setnov dan keluarga tabah menerima itu," kata Lodewijk.
Sebelumnya, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).
(Baca juga: Vonis Setya Novanto, KPK Terbantu dengan Peranan Justice Collaborator)
Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, politisi Partai Golkar itu terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
(Baca juga: Setelah Setya Novanto, Siapa Aktor Besar yang Dapat Giliran Berikutnya?)
Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.
Majelis hakim juga mencabut hak politik mantan Ketua DPR itu selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Hal itu sesuai tuntutan jaksa KPK.