Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Sebut Transaksi Tunai Perlu Dibatasi Maksimal Rp 100 Juta untuk Tekan Korupsi

Kompas.com - 17/04/2018, 09:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan, pemerintah berencana membatasi transaksi tunai maksimal Rp 100 juta.

Menurut dia, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari tindak pidana penyuapan, korupsi, politik uang, hingga pencucian uang.

"Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku melakukan tindak pidana," ujar Kiagus di PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Menurut data statistik yang dikeluarkan PPATK, tren korupsi, penyuapan, dan kejahatan lain mengalami kenaikan secara signifikan.

Baca juga: Ahli dari PPATK Beberkan Modus Operandi Pencucian Uang di Sidang First Travel

Sejak PPATK berdiri hingga Januari 2018, PPATK telah menyampaikan 4.155 hasil analisis kepada penyidik.

Sebanyak 1.958 hasil analisis di antaranya berindikasi tindak pidana korupsi dan 113 hasil analisis berindikasi tindak pidana penyuapan. Modusnya antara lain menggunakan uang tunai dalam bentuk rupiah, uang tunai dalam bentuk mata uang asing, dan cek perjalanan.

Kiagus mengatakan, pelaku melakukan transaksi tunai untuk menyulitkan upaya pelacakan asal-usul sumber dana dan memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana.

"Masih segar dalam ingatan kita bagaimana operasi tangkap tangan yang digelar penegak hukum, hampir seluruhnya melibatkan uang tunai dalam kejahatan yang dilakukan," kata Kiagus.

Baca juga: Jaksa Akan Hadirkan Perwakilan PPATK dalam Sidang First Travel

Kiagus mengatakan, pembatasan transaksi tunai akan mengurangi pilihan masyarakat dan mendorong penyelesaian transaksi melalui perbankan.

Kebijakan yang ada berimplikasi pada perekonomian dalam beberapa aspek, seperti meningkatnya jumlah dan aliran uang masuk ke sistem perbankan.

Dengan demikian, supply dana yang dapat disalurkan dan digunakan perbankan, baik untuk aktivitas di pasar keuangan maupun sektor riil, akan lebih banyak.

Baca juga: Ini Celah Kecurangan dari Dana Kampanye yang Diwaspadai PPATK

Kegiatan ini dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dan meningkatkan kecepatan peredaran uang.

"Lebih dari itu, upaya yang dilakukan ini agar korupsi, penyuapan, dan tindak pidana lainnya dapat dicegah lebih dini," kata Kiagus.

Di sisi lain, pembatasan transaksi tunai akan menghemat pencetakan uang, baik kertas maupun logam.

Rata-rata kenaikan pesanan cetak setiap tahunnya 710 juta bilyet per keping atau 20,2 persen. Biaya pengadaan rata-rata mengalami kenaikan ratusan miliar per tahunnya.

Kompas TV Jika diminta KPK, PPATK siap telusuri aliran dana korupsi e-KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com