JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi bidang Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Firman Santyabudi mengatakan, ada sejumlah celah kecurangan dari dana kampanye yang diwaspadai.
Celah tersebut bisa ditemukan mulai dari pendaftaran, kampanye, hingga pemungutan suara. Semua tahapan itu, kata dia, berpotensi ada permainan uang.
"Buktinya apa? Pencalonan ada yang dengar istilah mahar. Itu potensi," ujar Firman di PTIK, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Di samping itu, tidak ada verifikasi keaslian rekening khusus dana kampanye peserta pemilu. Akibatnya, ada temuan bahwa nomor yang diberikan ke KPU adalah kartu kredit.
"Akhirnya sekarang minta bantuan ke kita, nomor rekening ini sah atau tidak," kata Firman.
(Baca juga: PPATK Temukan Transaksi Keuangan Mencurigakan Diduga Terkait Pilkada)
Selain itu, adanya sumbangan dana kampanye dari pihak asing. Sejauh ini, PPATK menemukan pemberian dana dari pihak asing melalui perusahaan BUMD.
Ada pula celah dari pemberian sumbangan yang merupakan holding company. Hal ini, kata Firman, berpotensi melebihi batasan sumbangan dana pemilu yang ditentukan KPU.
PPATK juga mengawasi pemberian sumbangan dari pengusaha yang menjadi rekanan pemerintah daerah.
"Ini dapat menimbulkan terjadinya tindak pidana korupsi dan ijon politik," kata Firman.
Selain itu, pengelolaan rekening khusus dana kampanye juga menjadi perhatian PPATK. Dalam beberapa kasus ditemukan masih adanya rekening yang aktif dan punya sisa saldo cukup banyak setelah fase pemilihan.
Sementara untuk penggunaan dana kampanye, ada pula celah yang harus diawasi.
(Baca juga: Antisipasi Pelanggaran, PPATK Awasi Aliran Dana di Rekening Peserta Pilkada)
Saat kampanye, kata Firman, pasangan calon pasti tebar pesona dengan masyarakat. Tak sedikit dari mereka yang menggelontorkan uang untuk membuat panggung musik dan bagi-bagi sembako.
Di akar rumput pun menganggap politik uang merupakan hal yang wajar. Bahkan, saat sengketa di Mahkamah Konstitusi pun potensi kecurangan masih bisa terjadi dengan menyuap hakimnya.
"Itu hal yang kita identifikasi yang bisa berpotensi. Kita hanya mencoba memetakan jangan sampai terjadi (pelanggaran)," kata Firman.