JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar komunikasi politik Effendi Gazali menilai, calon presiden yang akan maju dalam kontestasi Pilpres 2019 akan mempertimbangkan banyak hal, termasuk dalam memilih cawapres.
Tidak akan mungkin seseorang maju dalam pilpres dengan modal seadanya alias hanya bermodal sandal jepit. Begitu pula ketika seorang capres akan memilih cawapres.
"Orang tidak bisa bilang ada calon presiden maju dengan sandal jepit," ujarnya di Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
(Baca juga: AHY Sebut Jokowi dan Prabowo Belum Aman untuk Pilpres 2019)
Artinya, capres yang maju pada 2019, termasuk petahana sekalipun, perlu menimbang sosok cawapres yang mampu menaikan elektabilitas.
Sebab dari berbagai survei, Presiden Jokowi sekalipun tidak memiliki elektabilitas yang lebih dari 60 persen. Itu artinya, posisi elektabilitas petahana belum aman.
Kondisi Jokowi berbeda dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat maju Pilpres untuk kedua kalinya pada 2009 lalu. Saat itu elektabilitas SBY lebih dari 70 persen.
(Baca juga: Sinyal Gerindra dan PKS untuk Gatot Nurmantyo Menuju Pilpres 2019...)
Effendi menilai, bila Jokowi ingin maju di Pilpres 2019, maka ia harus menggandeng tokoh yang dinilai dekat dengan tokoh Islam. Hal itu dinilai penting karena Jokowi kerap diserang lewat isu agama.
Selain itu, cawapres Jokowi juga haruslah tokoh yang mampu menangkal tiga isu besar yakni isu kebangkitan PKI, kriminalisasi ulama, dan isu masuknya pekerja dari China.
Effendi menyebut dua nama yang dinilai cocok untuk mendampingi Jokowi. Dua nama itu yakni mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dam mantan Ketua MK Mahfud MD.