JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan kisah saat ia kesal terhadap pemimpin korporasi.
Ia mengatakan, saat itu mengikuti suatu acara penghargaan terhadap para pembayar pajak.
Laode kesal terhadap pemilik korporasi skala besar yang seharusnya membayar pajak dan tak masuk dalam daftar 10 orang pembayar pajak yang taat.
"Pernah saya ngobrol dengan salah satu pemilik media. Perasaan saya ngamuk, kok perusahaan ini kan kecil, kok jadi pembayar pajak terbesar? Sedangkan yang saya investigasi (korporat dengan aset besar) kok enggak masuk. Saya dongkol dalam hati," ujar Laode, di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Selasa (27/3/2018).
Baca juga : Tebusan Amnesti Pajak Pengusaha Properti Lampaui Rp 10 Triliun
Menurut dia, hal ini bisa menciptakan ketidakadilan bagi perekonomian Indonesia. Sebab, masih ada pengendali perusahaan yang kerap kali menggunakan nama pihak lain untuk menghindar dari kewajiban pajak dalam jumlah besar.
Laode mengatakan, keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 bisa mengungkapkan pengendali sebenarnya dari suatu perusahaan.
Perpres itu mengatur tentang Penerapan Prinsip Mengenai Pemilik Manfaat Atas Korporasi Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Dalam tindak pidana pencucian uang, pelaku kerap kali bersembunyi dan tak terlacak dalam data pemilik resmi suatu korporasi.
"Kadang enggak ada orangnya, enggak ada namanya orang itu. Tetapi dia sangat kuat. Jadi kayak bisa mengendalikan korporat dengan remote control," ujar Laode.
Ia menilai, semakin banyak hasil pencucian uang yang disembunyikan oleh pemilik manfaat korporasi, justru akan memperburuk sistem transparansi di suatu negara.
Baca juga : Modus Koruptor Sembunyikan Aset, dari Jasa Money Changer hingga Surat Utang
Padahal, transparansi pemilik manfaat menciptakan kepastian hukum dan memperbaiki kualitas pasar ekonomi di Indonesia.
Laode mengungkapkan, sejumlah lembaga pemeringkat kualitas investasi di suatu negara juga melakukan pengukuran indikator stabilitas dan transparansi.
"Jadi semakin transparansi, dunia usaha kita makin bagus peringkatnya. Kalau mau menarik investasinya harus transparan, makin disembunyikan makin tidak baik untuk negara dan investasi," kata dia.
Menurut Laode, transparansi pemilik manfaat dengan dukungan Perpres Nomor 13 Tahun 2018 bisa menghasilkan berbagai manfaat.
Maanfaat itu mulai dari mempersempit penyembunyian harta kekayaan hasil pencucian uang, meningkatkan transparansi sektor swasta, hingga meningkatkan kredibilitas sektor finansial dan perbankan Indonesia.
Baca juga : Wajib Pajak Didenda 200 Persen Jika Terbukti Sembunyikan Aset