JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana pencucian uang, Yenti Garnasih mengatakan, pihak-pihak yang mengetahui di mana saja aset First Travel berada, mereka harus buka suara.
Jika para tersangka nantinya dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka pihak yang menyembunyikan aset juga bisa dipidana.
"Yang membantu sembunyikan bisa kena pasal aktif, Pasal 3 dan Pasal 4 (UU Tindak Pidana Pencucian Uang)," ujar Yenti saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/8/2017).
Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dikenakan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Sementara itu, Pasal 4 berbunyi, setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana bisa dijerat dengan hukuman paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Di samping itu, kata Yenti, pihak lain yang mengasai asetnya bisa dijerat Pasal 5 Undang-Undang TPPU.
Pasal tersebut berbunyi, setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan karta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
"TPPU bisa jerat di mana sih aliran dana dan siapa uang menguasai, siapa yang bisa dijerat," kata Yenti.
(Baca juga: PPATK: Uang Jemaah First Travel Dipakai Beli Rumah, Restoran hingga Liburan)
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, sebagai tersangka. Modusnya yakni menjanjikan calon jemaah untuk berangkat umrah dengan target waktu yang ditentukan.
Hingga batas waktu tersebut, para calon jamaah tak kunjung menerima jadwal keberangkatan. Bahkan, sejumlah korban mengaku diminta menyerahkan biaya tambahan agar bisa berangkat.
Dalam pengembangan kasus, polisi juga menetapkan adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel, sebagai tersangka.
(Baca juga: Polisi Sebut Pasutri Bos First Travel Tertutup soal Aset)
Polisi telah menyita rumah mewah, kantor First Travel, hingga buktik Anniesa di Kemang, Jakarta Selatan. Selain itu, ada juga sejumlah mobil mewah dan beberapa rekening yang disita.
Namun, aset yang disita dianggap tidak sebanding dengan uang calon jamaah yang digelapkan tersangka.