JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menegaskan, pada dasarnya negara telah menjamin hak warga negaranya untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapatnya, termasuk menyampaikan dukungan politik.
Sehingga, tidak ada alasan untuk melarang partai politik baru mengampanyekan pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2019.
"Mereka berhak menyampaikan dukungan atau pilihan politiknya dalam Pemilu 2019, sepanjang tidak dilarang oleh Undang-undang atau peraturan lainnya yang berlaku," ujar Kaka dalam keterangan resminya, Jumat (23/3/2018).
(Baca juga: Berkarya Nilai jika Parpol Baru Dilarang Kampanye Capres Picu Ketidakadilan)
Menurut Kaka, parpol baru berhak untuk menyatakan pandangan sikap dan dukungannya kepada calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2019. Parpol baru wajib menyampaikan visi, misi dan programnya, termasuk dalam kepemimpinan nasional dalam Pilpres 2019.
"Karena itu merupakan sebagai obligasi politik parpol baru sebagai peserta pemilu," kata dia.
Ia menilai wacana tersebut tak memiliki dasar yang jelas. Oleh karena itu, KPU diharapkan bisa memerhatikan keberimbangan dalam penyusunan aturan.
Sebab, Pemilu 2019 merupakan yang dilakukan serentak pertama kalinya di Indonesia sehingga harus menjadi sebuah perhelatan politik nasional yang demokratis dan stabil.
"Dalam Pileg kita akan memilih DPR, DPD dan DPRD tingkat Kabupaten Kota di seluruh Indonesia. Pada saat yang sama kita akan memilih presiden secara langsung untuk ke-empat kalinya, sebuah eksperimen politik demokrasi kolosal untuk sebuah negara sebesar Indonesia," kata dia.
(Baca juga: KPU Belum Bahas Aturan soal Parpol Baru Kampanyekan Calon Presiden)
Kendati demikian, KIPP menghormati pasal 222 dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017, yang menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus mendapatkan dukungan minimal sebesar 25 persen suara sah nasional dalam Pemilu 2014 lalu.
Kaka berharap KPU menghormati hak empat partai baru peserta pemilu 2019 yang belum memiliki perolehan suara dan kursi, untuk tetap memberikan dukungannya terhadap pasangan capres dan cawapres.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asyari mengatakan, berdasarkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang dapat mencalonkan presiden adalah parpol peserta Pemilu 2014 yang telah memiliki kursi di DPR.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan jika partai baru ingin mengampanyekan paslon capres-cawapres, padahal partai baru belum memenuhi kriteria sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
(Baca juga: Perindo: Wacana Parpol Baru Dilarang Kampanyekan Capres Timbulkan Diskriminasi)
"Pertanyaannya, siapa yang bisa menyelenggarakan kampanye? Kan harus calon, tim kampanye partai. Kampanye kan pakai biaya. Undang-undang mengatur dana dari partai yang bisa membiayai kampanye capres itu hanya partai yang berhak mencalonkan," ungkap Hasyim di KPU, Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Kendati demikian, ia menegaskan pihaknya belum memutuskan rencana KPU yang melarang partai politik baru mengampanyekan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2019.