JAKARTA, KOMPAS.com - Arief Hidayat enggan berkomentar soal sejumlah kalangan yang mendesaknya mundur dari posisi Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi.
"Oh, kalau itu saya tidak pernah berkomentar," kata Arief kepada wartawan di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Arief enggan berkomentar karena tidak mau membuat suasana menjadi tambah gaduh. Apalagi, MK akan segera menangani sengketa pilkada.
"Nanti kalau saya komentar gaduh enggak elok. Indonesia kalau selalu suuzon gaduh enggak bisa maju," kata dia.
(Baca juga : Desmond Ungkap Isi Lobi Politik yang Dilakukan Ketua MK Arief Hidayat)
Arief menambahkan, terkait dugaan pelanggaran kode etik yang ia lakukan sudah ditindaklanjuti oleh Dewan Etik MK. Ia meminta wartawan untuk bertanya kepada Dewan Etik.
"Itu nanti dipelajari sendiri tanya Dewan Etiknya saya melanggar apa. Apakah saya harus mundur atau tidak tanya Dewan Etik," kata Arief.
Desakan agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim MK sebelumnya disuarakan berbagai pihak.
(Baca juga : Sebanyak 76 Guru Besar Kirimkan Surat untuk Arief Hidayat dan 8 Hakim MK)
Terakhir, suara tersebut disampaikan 54 guru besar dan profesor dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia.
Mereka antara lain dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanudin, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh November, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Andalas.
Desakan mundur tersebut dilatarbelakangi adanya penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Arief Hidayat.
Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik ringan.
(Baca juga : Sejak Menjabat Ketua MK, Arief Hidayat 6 Kali Dilaporkan ke Dewan Etik)
Pertama, adalah saat Arief membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
Kerabat Arief yang "dititipkan" itu, saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIC.
Kedua, Arief dinyatakan melanggar kode etik ringan karena menggelar pertemuan dengan Komisi III DPR tanpa melalui jadwal resmi.
Diduga Arief melakukan lobi agar DPR kembali memperpanjang masa jabatannya sebagai Hakim MK.
Sebagai gantinya, MK akan menenangkan DPR dalam perkara uji materi terkait hak angket KPK.