JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Direktorat Kebijakan, Hukum dan Hak Asasi Manusia Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Tommy Indriadi Agustian menuturkan, ada beberapa pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tak berpihak pada masyarakat adat.
"RKUHP ini belum mengakomodasi perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. jauh sekali," ujar Tommy saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/3/2018).
"Karena RKUHP ini hanya didasarkan pada persepsi wilayah urban. Mereka tidak melihat keberadaan masyarakat adat, wilayah-wilayah lain," kata Tommy.
Menurut Tommy, setidaknya ada empat pasal yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat adat. Empat pasal itu yakni Pasal 277, Pasal 301, Pasal 302, dan Pasal 303 draf RKUHP per 2 Februari 2018.
(Baca juga: Polemik RKUHP, dari Menjerat Ranah Privat sampai Mengancam Demokrasi)
Pasal 277 mengatur pidana terkait upaya memaksa masuk ke rumah atau pekarangan orang lain.
Sedangkan tiga pasal lainnya melarang soal berjalan, berkendaraan, atau membiarkan ternaknya berjalan di kebun atau tanah orang lain yang ditanami atau dipersiapkan untuk ditanami.
Tommy menilai pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan oleh perusahaan pemegang Hak Guna Usaha atau konsesi-konsesi lainnya untuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal yang masuk secara diam-diam.
"Faktanya adalah bahwa mereka (masyarakat adat) yang sudah tinggal di situ, tapi ketika tanah mereka kemudian berubah menjadi konsesi mereka akan dianggap melanggar," tuturnya.
Menurut catatan Huma (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis), kata Tommy, banyak Hak Guna Usaha dan izin-izin lainnya diberikan kepada perusahaan tanpa sosialisasi apalagi negosiasi ke masyarakat.
Sementara, menurut data KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), sepanjang 2017, sebanyak 369 orang dikriminalisasi dan ditahan akibat konflik agraria.
"Pengesahan pasal dalam RKUHP itu dinilai akan semakin meningkatkan angka kriminalisasi terhadap masyarakat yang dirampas tanahnya oleh perusahaan," kata Tommy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.