Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wijayanto
Dosen

Direktur Center for Media and Democracy, LP3ES, Jakarta dan sekaligus Kepala Sekolah Demokrasi, LP3ES. Penulis juga Dosen Media dan Demokrasi, FISIP UNDIP, meraih gelar Doktor dalam bidang Media dan Politik dari Universitas Leiden pada tahun 2019.

Oligarki, Ketimpangan Ekonomi, dan Imajinasi Politik Kita

Kompas.com - 07/03/2018, 06:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menariknya, penghasilan sang profesor ini ternyata tak jauh lebih tinggi dari orang-orang yang di Indonesia menjadi pekerja kelas sangat rendah di sana, seperti cleaning service, pelayan restoran, perawat manula, atau tukang sapu jalan. Gajinya mereka kurang lebih sama.

Mereka dibayar 8-9 euro (Rp 136.000 - Rp 153.000) per jam selama 40 jam seminggu. Maka pengsailannya antara 1.200 dan 1.400 euro per bulan.

Gaji mereka memang tak boleh di bawah 1.200 euro karena 1.150 euro dinyatakan sebagai jumlah biaya minimal bagi setiap orang yang hidup di belanda. Mereka yang bekerja secara legal akan dibayar tidak kurang dari itu per bulan. Jika masih kurang juga, maka negara akan menggenapinya dengan subsidi.

Pada satu perjalanan berkereta, saya bertemu dengan seorang remaja 21 tahunan. Sunny namanya. Dia mengaku baru pulang liburan dari Indonesia. Itulah sebabnya dia suka bercakap-cakap dengan saya yang kebetulan seorang Indonesia.

Selain memuji keindahan Indonesia, dia juga bercerita hal menarik lainnya. Dia jalan-jalan ke Indonesia karena dia baru saja keluar dari tempatnya bekerja selama 2 tahun.

Sunny seorang lulusan SMA. Jadi dia pasti bukan pekerja kerah biru. Namun, dia mampu liburan ke luar negeri dengan gajinya.

Oh ya, dia bilang bahwa setelah bekerja selama dua tahun itu, dia berhak untuk mendapat gaji penuh selama tiga bulan. Dengan gaji 3 bulan inilah dia jalan-jalan ke Indonesia.

Begitulah, di Belanda, setiap orang berhak untuk mendapatkan penghidupan layak, seperti bunyi Pasal 27 Undang-Undang Dasar (UUD) kita.

Di Belanda, fakir miskin, orang jompo, anak-anak telantar, bahkan juga pengungsi dipelihara oleh negara. Seperti amanat Pasal 34 UUD kita.

Seperti sila kelima Pancasila, negara Belanda mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyatnya. Di sana, menjadi terlalu kaya dibandingkan tetangga sekeliling seakan merupakan sebuah dosa. Negara memastikan hal itu tidak terjadi. Bahkan untuk hal-hal yang sepele sekali. Tidak hanya dengan pajak progresif. Namun termasuk hal kecil lainnya, misalnya bentuk rumah.

Dari tetangga saya yang adalah seorang mantan anggota parlemen dari Partai Buruh, saya tahu bahwa ada hukum yang mengatur bentuk rumah. Saat seseorang ingin membangun rumah, desainnya harus mendapat izin dari negara. Dia tidak boleh terlalu berbeda dari rumah tetangganya.

Dari situ saya tahu, mengapa semua rumah di Belanda mirip satu sama lain. Perbedaan antarmereka yang lebih kaya atau yang biasa saja hanyalah pada interior ruangan dan isi perabotnya.

Bagaimana dengan Indonesia?

Jika kita mencermati teori terbaru dalam ilmu politik untuk menggambarkan situasi Indonesia hari ini, maka kita akan bertemu dengan sebuah kata: oligarki.

Kita tahu, secara politik oligarki berarti adanya segelintir orang yang begitu berkuasa sehingga mereka bisa menentukan semua keputusan politik bagi ratusan juta orang lainnya. Secara ekonomi, oligarki merujuk pada keadaan di mana sejumlah kecil manusia menguasai sebagian besar kekayaan bangsa.

Robison dan Hadiz (2013) mendefinisikan oligarki sebagai suatu sistem relasi kekuasaan yang memungkinkan terjadinya pengumpulan kekayaan dan kewenangan di tangan segelintir elite beserta seperangkat mekanisme untuk mempertahankannya.

Adapun Winters (2013) mendefinikasannya sebagai politik pertahanan kekayaan di antara para aktor yang menguasainya.

Untuk kasus Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh para sarjana itu, segelintir yang berkuasa dari sisi politik ini ternyata adalah orang-orang yang sama dengan mereka yang berkuasa secara ekonomi.

Buah dari ketimpangan penguasaan ekonomi dan politik hari ini adalah dilahirkannya keputusan politik yang semakin memperkaya mereka yang kuat dan semakin memarginalkan mereka yang lemah.

Maka, tidak heran jika Robison dan Hadiz menggambarkan bahwa demokrasi di Indonesia hari ini mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran karena ia justru dibajak oleh para elit mereka sendiri, yang mereka namai juga sebagai elite predator.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com