Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Dalam Era Demokrasi Masa Semuanya Harus Diatur Bawaslu?

Kompas.com - 27/02/2018, 17:56 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berpendapat bahwa larangan partai politik memasang gambar tokoh nasional yang bukan pengurus parpol dalam alat peraga kampanye tidak substansial.

Meski demikian, ia melihat aturan tersebut bisa diterapkan jika bertujuan agar sosok tokoh-tokoh tersebut tidak disalahgunakan dan mengakibatkan tercorengnya nama mereka.

"Saya kira bagus-bagus saja ya. Mungkin maksudnya adalah, ini kan nama-nama besar, jangan sampai disalahgunakan dan tercorengnya nama mereka," ujar Fadli Zon saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Menurut Fadli, larangan seperti itu seharusnya tidak perlu diatur di era demokrasi.

Ia juga mengkritik upaya Bawaslu menyusun bahan bacaan atau suplemen pengawasan kepemiluan yang dapat digunakan oleh ulama pada saat mengisi ceramah keagamaan.

(Baca juga: KPU: Dilarang Kampanye Pakai Gambar Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Pendiri NU)

Ia memandang hal tersebut berada di luar tugas pokok dan fungsi Bawaslu.

"Dalam era demokrasi masa semuanya harus diatur? Masa mau ceramah di masjid saja diatur. Masa Bawaslu mau mengatur? Padahal itu bukan tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) Bawaslu mau mengatur isi ceramah masjid," tuturnya.

Sebelumnya, KPU RI melarang partai politik memasang gambar tokoh nasional yang bukan pengurus parpol dalam alat peraga kampanyenya.

Misalnya, gambar Presiden pertama RI Soekarno, Presiden kedua RI Soeharto, Presiden ketiga RI Baharuddin Jusuf Habibie, Jenderal Besar Soedirman, dan pendiri Nahdhatul Ulama KH Hasyim Asy'ari.

Berbeda jika tokoh nasional itu seperti Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, keduanya merupakan pimpinan parpol di Indonesia.

KPU pun menegaskan, semua tokoh nasional yang bukan pengurus dari suatu parpol tak boleh dipasang pada alat peraga kampanye partai.

Kompas TV Bursa calon wakil presiden di Pilpres 2019 belum terprediksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com