JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memasukkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), meskipun pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) Junaedi menilai, sangat mungkin KUHP yang baru nanti akan kembali digugat ke MK apabila pasal penghinaan presiden dan wakil presiden tetap ada di dalamnya.
"Dan akan diputuskan sama oleh MK (dibatalkan)," ujar Junaedi di Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Junaedi mengatakan, substansi pasal penghinaan presiden dan wakil presiden di dalam KUHP dibatalkan oleh MK pada 2006 silam.
(Baca juga: Pusako: Jika Masuk KUHP, Pasal Penghinaan Presiden Bakal Diuji Lagi ke MK)
Dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2016, MK menilai bahwa pasal dengan norma tersebut bertentangan dengan semangat demokrasi.
"Jadi pasal itu sudah inkonstitusional," kata Junaedi.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai, pasal penghinaan presiden itu tetap perlu ada di dalam KUHP meski sebelumnya MK pernah membatalkan pasal tersebut.
"Jangan kita menjadi sangat liberal, harus tetap ada itu, tetapi akan kami soft down (pelaksanannya)," ujar Yasonna di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai, bisa saja pasal penghinaaan presiden dalam RKUHP dihidupkan kembali sepanjang memiliki substansi yang berbeda dengan yang telah dibatalkan MK.
Namun, ia mengatakan, akan percuma jika substansinya sama dengan yang telah dibatalkan MK.