Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Faktor Ini Membuat Elektabilitas Jokowi Belum Aman untuk Pilpres 2019

Kompas.com - 02/02/2018, 17:06 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah ekonomi, isu primordial, dan merebaknya isu buruh asing di Indonesia membuat elektabilitas Presiden Joko Widodo saat ini dinilai belum aman untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Hal itu berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dirilis di Jakarta, Jumat (2/2/2/2018).

Peneliti LSI, Adjie Alfarabi, mengatakan, tiga isu tersebut akan menjadi kunci yang menentukan kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019.

Elektabilitas Jokowi saat ini berada di bawah 50 persen, yakni 48,5 persen.

Baca juga: Elektabilitas di Bawah 50 Persen, Posisi Jokowi Belum Aman

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA Ajdjie Alfarabi (kanan) saat memaparkan hasil survei lembaganya di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Jumat (2/2/2018). KOMPAS.com/ MOH NADLIR Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA Ajdjie Alfarabi (kanan) saat memaparkan hasil survei lembaganya di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Sementara, 41,2 persen lainnya menyebar ke bakal capres lain. Sisanya, sebesar 10,3 persen belum menentukan pilihan.

"Jokowi akan makin kuat jika isu ini dikelola dengan baik. Tapi sebaliknya, Jokowi akan melemah jika tiga isu ini terabaikan," kata Adjie.

Pertama, publik saat ini merasa belum aman dengan kondisi perekonomian Indonesia. Misalnya, mahalnya harga sembako, meningkatnya pengangguran, dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

Hasil survei menunjukkan, sebesar 52,66 persen responden menyebutkan bahwa harga kebutuhan pokok semakin memberatkan, 54 persen responden menyatakan lapangan kerja sulit didapatkan, dan 48,4 persen responden mengeluh pengangguran semakin meningkat.

Baca juga: Elektabilitas Naik, Percaya Dirikah Golkar Buat Kejutan di Pemilu 2019?

Kedua, Jokowi rentan akan isu primordial. Isu agama dan politik diprediksi akan kembali muncul pada Pilpres 2019 seperti pada Pilkada DKI 2017, meski dengan kadar yang berbeda.

Jokowi pernah menyebutkan bahwa agama harus dipisahkan dari politik. Agama tak boleh dicampuradukkan dengan politik. Pandangan publik terpecah terhadap hal itu.

Dari survei LSI, sebesar 40,7 persen responden tak setuju agama dipisahkan dari politik. Sementara, 32,5 persen setuju agama dan politik harus dipisah.

Mereka yang setuju politik dan agama dipisah, mayoritas mendukung Jokowi kembali menjadi presiden, yaitu sebesar 58,6 persen.

Sebaliknya, mereka yang tak setuju adalah pendukung bakal capres lain selain Jokowi yang angkanya 52,1 persen.

Ketiga, merebaknya isu buruh asing, terutama yang berasal dari China. Meski isu tersebut dianggap belum populer, tapi isu buruh asing sangat kuat resistensinya di mata publik.

Baca: Dukung Jokowi pada Pilpres 2019, Golkar Tak Berharap Imbalan Cawapres

Survei menunjukkan, hanya 38,9 persen responden yang tahu isu buruh asing menyerbu dan membanjiri Indonesia, bahkan sampai pelosok negeri.

Adapun, 58,3 persen responden menyatakan tak suka dengan isu tersebut. Sisanya, 13,5 persen responden tak masalah dengan isu itu.

Hasil survei tersebut didapatkan dari survei yang digelar LSI pada 7-14 Januari 2018. Survei ini dilakukan terhadap 1.200 responden melalui wawancara  secara serentak dan tatap muka di 34 provinsi di Indonesia.

Responden dipilih berdasarkan multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen.

Kompas TV Hasil survei yang dilakukan LSI menempatkan PDI Perjuangan dan Partai Golkar sebagai parpol dengan elektabilitas paling tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com