Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penghinaan Presiden Bawa Indonesia ke Era Otoriter

Kompas.com - 02/02/2018, 12:40 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengkritik munculnya pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas antara pemerintah dan DPR.

Wahyudi menilai aturan tersebut bisa membawa Indonesia mundur ke era orde baru yang menerapkan sistem otoriter.

"Pasal itu sudah tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang ada saat ini," kata Wahyudi kepada Kompas.com, Jumat (2/1/2018).

Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal ini tetap dipertahankan meski sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

(Baca juga: Pernah Dibatalkan MK, Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi di RKUHP)

 

Bahkan, pasal terkait penghinaan Presiden ini diperluas dengan mengatur penghinaan melalui teknologi informasi.

Dalam pasal 264 RKUHP, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan sarana teknologi informasi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Wahyudi menilai, langkah MK membatalkan pasal tersebut pada 2006 lalu sudah tepat. MK saat itu beralasan, pasal penghinaan Presiden sudah tak sesuai dengan sistem demokrasi yang dianut Indonesia.

"Menjadi aneh ketika DPR dan pemerintah kembali berupaya mengembalikan pasal yang sifatnya karet ini," kata dia.

(Baca juga: Jokowi Dinilai Berlindung di Balik Pasal Penghinaan Presiden)

Wahyudi mengatakan, sepanjang pasal soal penghinaan dipertahankan, maka selama itu pula tafsir longgar soal makna penghinaan akan ada.

Tidak ada takaran yang jelas dalam menentukan suatu tindakan masuk dalam kategori penghinaan atau hanya kritik. 

Ia mencontohkan, redaktur harian nasional Rakyat Merdeka (RM) pernah dibui karena pasal penghinaan presiden ini. Padahal, ia hanya menyampaikan kritik terhadap kebijakan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri lewat media massa.

"Pasal ini sering jadi alat untuk melakukan represi terhadap kritikan yang diberikan ke Presiden dan Wapres," kata dia.

(Baca juga: Pimpinan DPR Sebut Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Belum Disetujui)

 

Terpisah, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, belum ada persetujuan soal pasal penghinaan Presiden dalam RKUHP.

Saat ini, kata Agus, 50 persen fraksi menyetujui adanya pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, sedangkan sisanya belum menyepakati.

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo mengaku tidak tahu apakah pasal penghinaan presiden di draf RUU KUHP saat ini adalah pesanan Jokowi atau bukan.

Johan juga meminta hal teknis yang berkaitan dengan RKUHP ditanyakan langsung ke Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com