Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengketa Pilkada Diprediksi Meningkat, Akan Jadi Tugas Berat bagi MK

Kompas.com - 03/01/2018, 17:39 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Veri Junaidi, memperkirakan Mahkamah Konstitusi (MK) akan menghadapi tantangan berat dalam Pilkada Serentak 2018.

Tantangan tersebut berupa sengketa perselisihan hasil pilkada yang harus diselesaikan di MK.

Veri mengatakan, terjadi peningkatan persentase sengketa pilkada yang dilaporkan ke MK pada 2015 dan 2017. Pada 2015, dari 264 daerah yang menggelar pilkada serentak, jumlah perkara sengketa pilkada yang diajukan ke MK sebanyak 152 perkara (57,5 persen).

Sementara itu, pada 2017, dari 101 daerah yang menggelar pilkada serentak, jumlah perkara sengketa pilkada yang masuk ke MK sebanyak 60 perkara (59 persen).

"Bagaimana 2018? Ada 171 daerah yang akan menggelar pilkada serentak. Prediksi kami dengan beberapa indikator sangat mungkin akan terjadi peningkatan persentase perselisihan hasil pilkada di MK," ucap Veri dalam sebuah diskusi di kantor Kode Inisiatif, Jakarta, Rabu (3/1/2018).

(Baca juga: Kinerja MK Tangani Sengketa Pilkada 2017 Diapresiasi)

Menurut Veri, setidaknya ada dua indikator yang menjadi dasar prediksi meningkatnya persentase jumlah perkara sengketa pilkada di MK.

Pertama, mengenai ambang batas selisih perolehan suara yang menjadi penentu apakah sebuah perkara bisa diproses atau dihentikan.

Pada Pilkada 2015, ketika awal pemberlakuan ambang batas tersebut, jumlah perkara yang masuk ke MK mencapai 57,5 persen dari total daerah yang menggelar pilkada serentak.

Sedangkan pada Pilkada 2017, meskipun ada sejumlah pengecualian untuk beberapa kasus, namun persentase perkara yang masuk naik menjadi 59 persen dari total daerah yang menggelar pilkada serentak.

(Baca juga: MK Dorong Pembentukan Badan Peradilan Khusus Sengketa Pilkada)

Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, peserta pilkada bisa mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara ke MK jika memenuhi ambang batas selisih suara paling banyak 0,5 persen hingga 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU tingkat provinsi atau kabupaten/kota.

Indikator kedua, yaitu tahun politik yang semakin meningkat persaingan. Kompetisi yang kian ketat ini, kata Veri sangat memungkinkan munculnya persoalan terkait penyelenggaraan pilkada.

"Dengan beberapa indikator itu, sangat mungkin terjadi peningkatan persentase pengajuan gugatan perselisihan pilkada di 2018, sehingga beban MK akan sangat berat," ujar Veri.

Kompas TV Menghadapi tahun politik, ancaman persatuan harus dihindari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com