JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai kredibilitas Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK tercoreng ketika Miryam S. Haryani divonis lima tahun oleh majelis hakim Tipikor.
Miryam menjadi terdakwa karena memberikan keterangan palsu dalam kesaksiannya terkait kasus korupsi proyek e-KTP.
Ia divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).
"Pansus angket KPK yang dibentuk oleh DPR bermula dari kesaksian Miryam yang menyatakan dia ditekan Penyidik KPK Novel Baswedan. Namun, di persidangan justru yang ditemukan adalah dugaan Miryam ditekan kolega-koleganya di DPR terkait dengan kasus E-KTP," kata Dahnil melalui pesan singkat, Selasa (14/11/2017).
(Baca juga : Hakim Anggap Miryam Berbohong Saat Mengaku Ditekan Penyidik KPK)
Hal itu, kata Dahnil, sangat mengganggu agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.
Terlebih saat ini KPK tengah menyelesaikan sejumlah kasus besar.
Ia menambahkan, vonis untuk Miryam semakin memperjelas tujuan Pansus memang hendak melemahkan KPK.
(Baca juga : Hakim Anggap Miryam Terbukti Terima Uang Korupsi E-KTP)
"Saya sepakat bila banyak yang harus diperbaiki di KPK, khususnya ancaman 'kuda Troya' yang merusak dari dalam KPK, yang sudah banyak disebut, termasuk oleh Miryam terkait dugaan penyidik yang berkomunikasi intens dengan anggota DPR," kata dia.
"Namun, apa yang dilakukan oleh Pansus Angket KPK justru tidak menyasar masalah itu. Mereka justru aktif menyasar Novel Baswedan dan penyidik-penyidik yang sedang menyelesaikan kasus-kasus besar korupsi," lanjut Dahnil.
Majelis hakim menilai Miryam telah dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP.
(Baca juga: Hakim Heran "Karangan" Miryam soal Bagi Uang Cocok dengan Saksi Lain)
Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Salah satunya terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto.
Pansus Hak Angket selama ini membantah jika pihaknya disebut hendak melemahkan KPK. Justru, mereka berdalih hendak menguatkan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.