Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Ketentuan dalam UU Ormas Ini Dinilai Perlu Direvisi

Kompas.com - 26/10/2017, 07:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berpendapat bahwa ada tiga hal yang harus segera direvisi dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) setelah ditetapkan menjadi undang-undang.

Menurut Refly, perubahan beberapa pasal tersebut dilakukan agar UU Ormas tidak digunakan secara berlebihan atau eksesif.

"Pemerintah harus secara bijak melakukan revisi di undang-undang tersebut agar tidak eksesif. Perbaikan harus menyangkut tiga hal penting," ujar Refly saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).

Pertama, mengenai upaya persuasif terkait kewenangan pemerintah membubarkan ormas.

Refly menuturkan, seharusnya UU Ormas mengedepankan upaya persuasif terhadap ormas-ormas yang dianggap melanggar ketentuan hukum. Negara yang demokratis, kata Refly, wajib menjaga keberagaman.

"Negara ini harus melindungi semua keragaman yang ada. Kalau ada yang dianggap menyimpang dilakukan dulu upaya persuasi. Itulah ciri dari negara demokratis. Itu harus masuk dalam perubahan undang-undang," ucap dia.

(Baca juga: Jika Tak Lakukan Revisi UU Ormas, Fadli Zon Sebut Pemerintah Akan Rugi)

Kedua, lanjut Refly, UU Ormas tidak boleh menghilangkan ketentuan pembubaran ormas tanpa melalui proses pengadilan.

Ketiga, ketentuan pidana harus dibuat rasional. Refly memandang sanksi pidana penjara selama lima hingga 20 tahun bertentangan dengan ketentuan dalam KUHP.

Ketentuan pidana diatur dalam Pasal 82A Ayat (2) dan Ayat (3) Perppu Ormas. Sanksi pidana dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota dan atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Hukuman pidananya mulai dari seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.

Selain itu, anggota ormas anti-Pancasila dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Dalam pembubaran ormas ada trek biasa dan trek luar biasa. Trek biasa itu adalah trek melalui proses pengadilan terlebih dulu dan mungkin prosesnya bisa dipersingkat. Trek luar biasa ketika negara dalam keadaan darurat maka negara boleh membubarkan sebuah ormas tanpa proses pengadilan lebih dulu, tapi pemerintah harus menyatakan keadaan darurat," kata Refly.

(Baca juga: Revisi Perppu Ormas Akan Perluas Larangan Ideologi yang Bertentangan dengan Pancasila)

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) sebagai undang-undang melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Fraksi yang pro dan kontra terhadap penerbitan Perppu Ormas tidak dapat mencapai kata sepakat meski proses lobi dilakukan selama dua jam, hingga akhirnya rapat paripurna menetapkan mekanisme voting.

Sebanyak tujuh fraksi menerima perppu tersebut sebagai undang-undang yakni fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan Hanura.

Meski demikian, fraksi PPP, PKB, dan Demokrat menerima Perppu tersebut dengan catatan agar pemerintah bersama DPR segera merevisi Perppu yang baru saja diundangkan itu.

Sementara, tiga fraksi lainnya yakni PKS, PAN, dan Gerindra menolak Perppu Ormas karena menganggap bertentangan dengan asas negara hukum karena menghapus proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas.

Kompas TV Setelah disahkannya Perppu Ormas menjadi Undang Undang, HTI akan mengajukan gugatan ulang ke Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com