JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, penundaan pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) oleh Polri bukan bentuk penolakan dari pemerintah.
Hal itu disampaikan Yasonna menanggapi penundaan pembentukan Densus Tipikor, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
"Kan ditunda, berarti belum dibatalin. Ya kita lihat aja. Ini kan bukan soal ada atau tidak ada. Yang penting kalau menurut kami, bagaimana kita mencipatakan penegakan hukum yang terintegrasi. Satu road map. Saling koordinasi," kata Yasonna.
Ia mengatakan, jangan sampai terjadi tumpang tindih dalam pemberantasan korupsi. Sebab, saat ini ada tiga lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan terkait korupsi yakni Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Agung.
Baca: Jokowi Tunda Rencana Pembentukan Densus Tipikor
Pembentukan Densus Tipikor, kata Yasonna, tidak untuk membenturkan KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Pemerintah ingin menciptakan pola pemberantasan korupsi yang terintegrasi di antara ketiga lembaga.
"Presiden pasti mengundang kembali rapat, kita dengar aja. Saya dalam pendapat yang saya sampaikan pada rapat yang lalu, supaya antar-penegak hukum saling koordinasi aja. Nanti ada tim kecil lah, kalau sudah sepakat pasti ada tindak lanjutnya," lanjut dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan menunda rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri.
Baca: Butuh Persiapan Matang, Alasan Jokowi Tunda Pembentukan Densus Tipikor
Keputusan tersebut diambil dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (24/10/2017) siang.
"Diputuskan bahwa pembentukan Densus Tipikor untuk sementara ditunda untuk kemudian dilakukan pendalaman lebih jauh lagi," ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, seusai rapat.