Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Ribu Miras Ilegal Diselundupkan dari Malaysia dan Singapura

Kompas.com - 23/10/2017, 17:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomis Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, para pelaku menyelundupkan ratusan ribu botol minuman keras dari Malaysia dan Singapura.

Mereka membelinya dari luar negeri dan menerobos jalur tikus di Batam agar bebas dari pajak dan petugas bea cukai.

"Dari hasil pemeriksaan bahwa minuman beralkohol tersebut dibeli tersangka secara illegal dari Malaysia dan Singapura kemudian dibawa dengan menggunakan kapal tongkang milik tersangka," ujar Agung di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Praktek tersebut telah berlangsung selama 20 tahun. Tersangka berinisial BH alias KW menyimpan miras tersebut di empat gudang yang tersebar di tempat-tempat terpencil di Pulau Buru, Tanjung Balai Karimun, dan Batam.

Dari sana, polisi menyita 58.595 botol miras golongan B dan C. Golongan B mengandung 5-20 persen alkohol, sedangkan golongan C mengandung 20-55 persen alkohol.

(Baca: Penyelundup Miras Ilegal di Batam Telah Beroperasi Selama 20 Tahun)

Saat ditangkap, kata Agung, pelaku tidak bisa menunjukkan legalitas perusahaan pemasok minuman keras yang dia jalankan.

"Tersangka juga tidak bisa menunjukkan dokumen Importasi serta perizinan penjualan dan impor minuman beralkohol," kata Agung.

Selain KW, polisi menetapkan F dan S sebagai tersangka. Para pelaku dijerat BH juga dikenakan Pasal 204 KUHP terkait penjualan barang yang dapat membahayakan nyawa dan kesehatan.

Para pelaku juga dianggap melanggar prinsip perlindungan konsumen. Mereka dijerat Pasal 142 jo Pasal 91 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang mewajibkan pelaku usaha untuk memiliki izin edar dalam menjual pangan olahan.

(Baca: Polisi Ungkap Sindikat Penyelundup Miras Secara Ilegal ke Batam dan Maluku)

Kemudian, Pasal 62 jo Pasal 8 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mewajibkan pelaku usaha mematuhi ketentuan dalam memperdagangkan barang ke konsumen.

Pengawas Farmasi dan Makanan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Andi Wibowo mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 soal pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol menegaskan bagwa peredaran minuman keras harus atas persetujuan BPOM. Untuk mendapat persetujuan, perusahaan tersebut harus memiliki izin edar dan surat keterangan importasi.

"Importir harus punya tanda importir yang terdaftar untuk minuman beralkohol," kata Andi.

Jika tidak, maka bisa dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang pangan.

Sementara itu, di sisi pajaknya, diduga ada pelanggaran dalam praktik penyelundupan miras ilegal. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, impor barang secara ilegal berpengaruh pada penerimaan negara

"Kalau aktuvitas yang dilakukan ilegal, mostly disitu ada permasalahan dalam kepatuhan pembayaran pajak atau penerimaan negara yang lain," kata Hestu.

Hestu mengatakan, semestinya ada pajak pendapatan yang dikenakan dalam kegiatan importasi. Apalagi jika barang tersebut didistribusikan ke luar Batam, di mana miras tersebut disimpan.

"Kami akan koordinasi, selain soal legal atau tidak, tapi terkait penerimaan negara harus ditindaklanjuti," kata dia.

Kompas TV Selain rokok, minuman keras ilegal juga dimusnahkan Bea Cukai.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com