Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansus Angket: KPK Jangan Sok Jago Sendiri

Kompas.com - 10/10/2017, 10:07 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya menilai KPK tak bisa hanya sendirian memberantas korupsi, melainkan bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara lainnya.

Ia mengatakan, korupsi di Indonesia sudah sangat masif, terstruktur, dan sistematis sehingga diperlukan sistem pemberantasan yang juga masif.

"KPK jangan sok hebat sendiri, jangan sok jago sendiri. Tidak mungkin korupsi di Indonesia ini akan bisa ditanggulangi oleh KPK sendiri tanpa koordonasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya," ujar Eddy melalui pesan singkat, Selasa (10/10/2017).

Salah satunya, melalui kerja sama dengan lembaga DPR. Eddy menilai, saat ini dukungan politis untuk KPK. Dukungan untuk KPK hanya berasal dari LSM.

Baca: Dapat Predikat "Best Practices" dari PBB, KPK Harap UU Tidak Direvisi

Bentuk dukungan politis tersebut, menurut dia, melalui undang-undang terkait.

Hal ini sekaligus merespons pernyataan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif yang berharap tak ada revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Lebih penting lagi (jika) ada dukungan secara politis oleh DPR dan pemerintah dalam hal penguatan melalui UU," ujar Eddy.

Jika kerja sama dengan institusi lain terbina dengan baik,  maka KPK akan menjadi lembaga yang sangat kuat dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Eddy, KPK saat ini masih lemah dalam pemberantasan korupsi, terutama pada kasus-kasus besar.

Baca: Pimpinan KPK: Temuan Pansus Tidak Ada yang Baru

Ia menilai, KPK hanya mampu membongkar kasus "recehan" dari Operasi Tangkap Tangan (OTT). Operasi tersebut dinilainya terkesan tebang pilih dan bermuatan politis.

Politisi PDI Perjuangan itu beranggapan, penguatan KPK melalui kerja Pansus menjadi relevan karena adanya sejumlah temuan Pansus soal penyimpangan lembaga tersebut.

"Baik dari segi kelembagaan, kewenangan, sumber daya manusia dan dari aspek penggunaan APBN. Sedangkan kita tetap mengharapkan KPK kuat," kata Anggota Komisi III DPR itu.

Sebelumnya, usai menerima penghargaan dari United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), Laode berharap UU KPK tak direvisi.

Menurut Laode, yang harus diubah adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Kelembagaan KPK itu oleh review-nya dianggap best practices di dunia. Jadi yang diubah jangan Undang-Undang KPK, tapi Undang-Undang Tipikornya. Jadi mana yang gatal, mana yang digaruk, ini beda," kata Laode dalam jumpa pers bersama delegasi UNCAC di Hotel Four Points, Jakarta, Senin (9/10/2017).

Kompas TV Presiden Joko Widodo menolak permohonan konsultasi dari Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com