JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tuduhan bahwa Ketua KPK Agus Rahardjo terlibat korupsi pada kasus pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan pada Dinas Bina Marga di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015.
Tudingan Agus terlibat kasus ini sebelumnya disampaikan oleh Panitia Khusus Hak Angket KPK, yang menyatakan bahwa Agus terlibat pada saat menjabat sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Bantahan Agus terlibat kasus tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Kami sudah tanyakan juga, tentu saja hal tersebut tidak benar dan kita harus bedakan antara kewenangan LKPP dengan pengadaan itu sendiri. Itu pasti dua hal yang berbeda," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/9/2017).
(Baca juga: Di Akhir Masa Kerja, Pansus DPR Tuduh Ketua KPK Terindikasi Korupsi)
Febri mengakui, ini bukan merupakan tuduhan baru dari Pansus Angket terhadap Agus Rahardjo. Sebelumnya, pansus juga menuding Agus terlibat pada kasus e-KTP.
Dalam fakta sidang, lanjut Febri, sudah dipaparkan sangat jelas bahwa LKPP saat itu merekomendasikan agar e-KTP tidak digabungkan.
"Dan kalau saja waktu itu Kemendagri atau terdakwa mengikuti hal itu, tentu tidak akan terjadi seperti saat ini," ujar Febri.
(Baca: Saksi Sebut Lelang Proyek E-KTP Tak Ikuti Saran LKPP)
Febri juga menyinggung soal pemilihan pimpinan KPK yang ketat. Proses ketat itu terjadi saat masih di pansel yang dibentuk Presiden saat itu, maupun saat dipegang Komisi III DPR.
"Karena itu banyak pihak-pihak lain yang tidak terpilih bahkan tidak masuk dalam proses wawancara di Komisi III. Clearence (penyisihan)-nya melibatkan banyak institusi saat itu. Termasuk juga kepolisian, BIN, KPK, PPATK, dan instansi terkait," ujar Febri.
"Kalau sekarang dimunculkan oleh beberapa pansus angket tentu saja menurut kami sebuah kejanggalan," ujar Febri.
Febri menyatakan, KPK tidak mau menghabiskan waktu untuk memikirkan tudingan Pansus Angket KPK. Sebab, sekarang banyak kasus besar yang tengah ditangani KPK.
"Energi KPK akan lebih fokus menangani kasu besar tersebut seperti e-KTP. Kemudian kita juga menangani kasus lain yang lebih besar misalnya indikasi kerugian negaranya yaitu BLBI, ada sejumlah OTT yang kita hadapi, energi KPK yang terbatas, lebih baik diprioritaskan ke sana," ujar Febri.