Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendapat Jimly soal Penolakan Provisi pada Uji Materi Hak Angket KPK

Kompas.com - 15/09/2017, 11:30 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa MK sedianya tidak hanya mengacu pada asas benar atau salah dalam mengambil keputusan atas suatu perkara. Namun, MK perlu juga mempertimbangkan asas baik dan buruk.

Hal ini disampaikan Jimly menanggapi penolakan MK terhadap permohonan penerbitan putusan sela atau provisi yang diajukan oleh pemohon uji materi terkait hak angket KPK di DPR.

"Jadi, ini pilihan saja. Jangan hanya memilih (karena) benar, salah, tetapi juga baik, buruk," kata Jimly saat dihubungi Jumat (15/9/2017).

Dia melanjutkan, keputusan berdasarkan asas benar atau salah dapat diartikan sesuai apa yang tertulis dengan undang-undang.

Sedangkan, asas baik atau buruk lebih melihat urgensi dari persoalan tersebut, selama pengambilan keputusannya tetap tidak menyalahi peraturan yang berlaku.

 

Sebelumnya, MK menolak permohonan putusan provisi, setelah melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar pada Rabu, (6/9/2017). 

Rapat itu dihadiri oleh delapan hakim konstitusi. Hakim Konstitusi Saldi Isra tidak hadir karena tengah menjalankan ibadah haji. Ia pun tidak bisa menyatakan pendapatnya.

Ketidakhadiran Saldi Isra itu pun dipermasalahkan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz sebagai perwakilan pemohon uji materi.

Donal menilai semestinya MK menunda RPH hingga hakim konstitusi Saldi Isra kembali mengisi komposisi sembilan hakim konstitusi. Apalagi, pada sidang yang mengumumkan soal penolakan provisi, Saldi ikut hadir dalam sidang uji materi.

(Baca: ICW: Ada Kekeliruan Cara MK Memutuskan Menolak Permohonan Provisi)

Namun, menurut Jimly, sedianya ketidakhadiran hakim Saldi bisa disiasati dengan menggunakan media komunikasi digital. Dengan demikian, pendapatnya tidak hilang.

"Kalau ini persolaan serius dikejar saja dahulu (hakim yang tak hadir). Jadi, jumlahnya ganjil sembilan orang. Kan sembilan hakim bisa mendengar. Zaman sudah berubah modern tidak sesulit dulu," kata dia.

Dalam RPH, empat hakim berpendapat bahwa permohonan putusan provisi beralasan untuk dikabulkan. Sedangkan empat hakim lainnya menolak permohonan provisi.

(Baca: MK Tolak Keluarkan Putusan Provisi pada Uji Materi Hak Angket KPK)

Karena jumlah pendapat hakim berimbang, maka menurut MK, keputusan diambil berdasarkan Pasal 45 Ayat 8 Undang-Undang MK, yang didalamnya mengatur jika dalam kondisi seperti itu maka yang menjadi penentu adalah suara ketua MK.

Arief Hidayat selaku ketua MK, merupakan salah satu dari empat suara yang menolak permohonan putusan provisi.

Kompas TV Gonjang-Ganjing Seteru DPR vs KPK (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com