Hal ini disampaikan Jimly menanggapi penolakan MK terhadap permohonan penerbitan putusan sela atau provisi yang diajukan oleh pemohon uji materi terkait hak angket KPK di DPR.
"Jadi, ini pilihan saja. Jangan hanya memilih (karena) benar, salah, tetapi juga baik, buruk," kata Jimly saat dihubungi Jumat (15/9/2017).
Dia melanjutkan, keputusan berdasarkan asas benar atau salah dapat diartikan sesuai apa yang tertulis dengan undang-undang.
Sedangkan, asas baik atau buruk lebih melihat urgensi dari persoalan tersebut, selama pengambilan keputusannya tetap tidak menyalahi peraturan yang berlaku.
Sebelumnya, MK menolak permohonan putusan provisi, setelah melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar pada Rabu, (6/9/2017).
Rapat itu dihadiri oleh delapan hakim konstitusi. Hakim Konstitusi Saldi Isra tidak hadir karena tengah menjalankan ibadah haji. Ia pun tidak bisa menyatakan pendapatnya.
Ketidakhadiran Saldi Isra itu pun dipermasalahkan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz sebagai perwakilan pemohon uji materi.
Donal menilai semestinya MK menunda RPH hingga hakim konstitusi Saldi Isra kembali mengisi komposisi sembilan hakim konstitusi. Apalagi, pada sidang yang mengumumkan soal penolakan provisi, Saldi ikut hadir dalam sidang uji materi.
(Baca: ICW: Ada Kekeliruan Cara MK Memutuskan Menolak Permohonan Provisi)
Namun, menurut Jimly, sedianya ketidakhadiran hakim Saldi bisa disiasati dengan menggunakan media komunikasi digital. Dengan demikian, pendapatnya tidak hilang.
"Kalau ini persolaan serius dikejar saja dahulu (hakim yang tak hadir). Jadi, jumlahnya ganjil sembilan orang. Kan sembilan hakim bisa mendengar. Zaman sudah berubah modern tidak sesulit dulu," kata dia.
Dalam RPH, empat hakim berpendapat bahwa permohonan putusan provisi beralasan untuk dikabulkan. Sedangkan empat hakim lainnya menolak permohonan provisi.
(Baca: MK Tolak Keluarkan Putusan Provisi pada Uji Materi Hak Angket KPK)
Karena jumlah pendapat hakim berimbang, maka menurut MK, keputusan diambil berdasarkan Pasal 45 Ayat 8 Undang-Undang MK, yang didalamnya mengatur jika dalam kondisi seperti itu maka yang menjadi penentu adalah suara ketua MK.
Arief Hidayat selaku ketua MK, merupakan salah satu dari empat suara yang menolak permohonan putusan provisi.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/15/11300951/pendapat-jimly-soal-penolakan-provisi-pada-uji-materi-hak-angket-kpk