Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Ada Kekeliruan Cara MK Memutuskan Menolak Permohonan Provisi

Kompas.com - 13/09/2017, 19:26 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan penerbitan putusan provisi atau putusan sela yang diajukan oleh pemohon uji materi terkait hak angket terhadap KPK.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz sebagai perwakilan pemohon uji materi menilai, penolakan MK tersebut tidak tepat.

Menurut dia, MK telah salah menerapkan tata cara pengambilan keputusan atas permohonan provisi yang diajukan.

"Ada kekeliruan bagi cara hakim konstitusi memutus provisi," kata Donal ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).

Untuk diketahui, MK telah menyatakan bahwa sidang uji materi terkait hak angket dilanjutkan tanpa penjatuhan putusan provisi.

Penolakan MK telah diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar pada Rabu, (6/9/2017) dan dihadiri oleh delapan hakim konstitusi.

(Baca: Ahli Hukum: Hak Angket ke KPK Jaka Sembung Bawa Golok)

 

Adapun satu hakim, yakni Saldi Isra, tidak hadir saat itu karena tengah menjalankan ibadah haji. Oleh karena itu, ia tidak bisa menyampaikan pendapatnya.

Dalam RPH saat itu, sebanyak empat hakim menyatakan permohonan putusan provisi ditolak. Sedangkan empat hakim lainnya, menyatakan permohonan putusan provisi beralasan untuk dikabulkan.

Karena jumlah hakim yang menolak dan yang setuju sama imbang, maka MK mengacu pada pasal 45 ayat 8 UU MK.

Di dalam pasal itu diatur, jika keputusan tidak dapat diambil dengan suara terbanyak maka suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.

 

(Baca: MK Tolak Keluarkan Putusan Provisi pada Uji Materi Hak Angket KPK)

Ketua MK, Arief Hidayat yang turut hadir dalam rapat tersebut termasuk salah satu dari empat hakim yang menolak dikeluarkannya putusan provisi.

Menurut Donal, seluruh hakim dalam jumlah ganjil harus hadir dalam setiap pengambilan keputusan.

Adapun pasal 54 ayat 8 UU MK, menurut Donal, dapat berlaku jika terjadi kekosongan hakim secara permanen yang kemudian membuat komposisi hakim menjadi berjumlah genap dan dalam RPH terjadi dua kubu yang sama imbang jumlahnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com