Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bendahara Saracen yang Terima Rp 75 Juta dari Asma Dewi Masuk Radar Polisi

Kompas.com - 12/09/2017, 20:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, penyidik memasukkan sejumlah nama yang diduga anggota Saracen ke dalam "radar". Salah satunya yakni bendahara Saracen yang berinisial R.

R merupakan bendara Saracen yang menerima Rp 75 juta dari anggota Saracen berinisial NS. Uang itu diduga milik Asma Dewi yang menjadi simpatisan Tamasya Al Maidah (gerakan mengawal TPS saat Pilkada DKI 2017).

"Kalau sudah disebut namanya tentu dalam radar polisi (untuk dicari)," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2017).

Selain itu, polisi juga akan mencaritahu siapa NS yang menerima langsung uang dari Dewi. Namun, hingga saat ini belum ada rencana meminta keterangan NS.

(Baca: Siapa Asma Dewi, Ibu Rumah Tangga yang Transfer Rp 75 Juta ke Saracen?)

Penyidik, kata Martinus, memiliki prioritas terhadap apa yang akan dilakukan, termasuk soal pemanggilan saksi dan upaya paksa lainnya.

"Pada saat seorang saksi atau tersangka menyebut nama tertentu, maka nama itu harus jadi perhatian penyidik," kata Martinus.

Polisi menangkap Dewi, Senin (11/9/2017) karena mengunggah konten berbau ujaran kebenvian dan diskriminasi SARA di akun Facebooknya. Kemudian, setelah didalami, ternyata ada aliran uang dari Dewi ke kelompok Saracen sebesar Rp 75 juta.

Saat ini, penyidik masih menunggu laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menguatkan dugaan tersebut.

(Baca: Transfer Rp 75 Juta ke Saracen, Ibu Rumah Tangga Ditangkap Polisi)

Sebelumnya, polisi telah menetapkan empat pengurus Saracen, yakni JAS, MFT, SRN, dan AMH sebagai tersangka. Kelompok Saracen menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.

Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan. Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan website sebesar Rp 15 juta, dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta perbulan.

Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta. Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan.

Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan. Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.

Kompas TV Polda Metro Jaya membuka posko pengaduan terkait penanganan kasus ujaran kebencian melalui media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com