Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir Juli, LPSK Pernah Tawarkan Perlindungan kepada Johannes Marliem

Kompas.com - 15/08/2017, 17:45 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, LPSK pernah menawarkan perlindungan kepada Johannes Marliem, yang disebut sebagai saksi kunci kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Johannes Marliem meninggal dunia di Amerika Serikat pekan lalu. Meski kematiannya masih misterius, ia diduga bunuh diri.

Menurut Semendawai, LPSK menjalin komunikasi via WhatsApp dengan Johannes pada 26-27 Juli lalu.

"Ada publikasi di satu media sebutkan nama Johannes. Dia punya rekaman atau alat bukti keterlibatan beberapa orang. Karenanya ada rasa khawatir, punya informasi penting, bisa buktikan keterlibatan beberapa orang," kata Semendawai, di Jakarta, Selasa (15/8/2017).

Semendawai mengatakan, dengan berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, jika nama saksi dipublikasi, maka potensi saksi tersebut mendapatkan serangan akan lebih besar.

Baca: Misteri Kematian Johannes Marliem, Saksi Kunci Korupsi E-KTP

Oleh karena itu, LPSK melakukan komunikasi dengan Direktur PT Biomorf Lone LCC itu.

"Saat itu disampaikan kepada Johannes bahwa LPSK punya tugas memberi perlindungan saksi dan korban. Kalau dia ingin memberikan kesaksian dan khawatir ada ancaman bisa ajukan permohonan kepada LPSK," kata dia.

LPSK juga mengirimkan formulir permohonan perlindungan kepada Johannes.

Formulir itu sewaktu-waktu bisa diisi oleh Johannes jika nantinya ia ingin dilindungi oleh LPSK.

"Johannes belum begitu paham, lama di Amerika kan. Makanya dia ingin pelajari LPSK lebih dulu. Tapi belum lagi permohonan masuk ke LPSK, kami sudah dapat informasi bahwa Johannes meninggal dunia," ujar Semendawai.

Baca: Dalam Dakwaan, Johannes Marliem Diperkaya 14,8 Juta Dollar AS dan Rp 25,2 M

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, upaya antisipasi terhadap keselamatan Johannes sudah dilakukan LPSK meski tidak ada rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Jadi kami komunikasi dengan Johannes. Ketika itu dalam rangka antisipasi poisisi Johannes yang diberitakan sebagai saksi kunci. Meski ketika itu kami belum tahu status hukumnya apa," kata Edwin.

Edwin menekankan, yang bisa dilakukan LPSK hanya mengantisipasi segala kemungkinan ancaman yang timbul akibat pemberitaan yang dilakukan salah satu media.

"Karena ini kasus besar, tentu kami pikir, ancaman terhadap saksi bisa saja tidak kepada saksi. Tapi melalui pihak lainnya yang bisa memengaruhi," ujar dia.

"Jadi komunikasi kami bangun. Kami jajaki perlindungan kepada saksi dan kepada keluarganya. Komunikasi baru perkenalan buka ruang untuk mengajukan permohonan perlindungan jika dibutuhkan," lanjut Edwin.

Ia membantah bahwa LPSK kecolongan dalam memberikan perlindungan kepada Johannes karena yang bersangkutan belum mengajukan permohonan perlindungan.

Apalagi, perlindungan yang diberikan LPSK sifatnya sukarela. LPSK tak bisa memberikan perlindungan kepada seseorang, jika orang tersebut enggan dilindungi.

"Kami tidak merasa kecolongan karena itu berada di luar otoritas lembaga. Karena secara yurisdiksi kami tidak bisa menjangkau memberi perlindungan di negara orang," kata Edwin.

"Apalagi dia belum ada permohonan perlindungan. Yang bisa mengajukan itu saksi itu sendiri bisa juga keluarga atau pejabat instansi yang terkait. Semua dilakukan berdasarkan kepentingan yang dilindungi. Jadi itu yang kami lakukan kepada Johannes," papar Edwin.

Kompas TV Johanes Marliem bahkan tidak pernah terdaftar dalam saksi yang akan diperiksa KPK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com