JAKARTA, KOMPAS.com - Surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, menguraikan sejumlah nama individu dan korporasi yang ikut diperkaya dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Salah satunya adalah Johannes Marliem.
"Johannes Marliem diperkaya sebesar 14.8 juta dollar AS dan Rp 25,2 miliar," ujar jaksa KPK Mufti Nur Irawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/8/2017).
Menurut jaksa, Johannes Marliem pada Oktober 2010, pernah mengikuti pertemuan di Restoran Peacock, Hotel Sultan, Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Sugiharto.
Kemudian, dihadiri juga oleh Ketua Komisi II DPR Charuman Harahap, Ketua Tim Teknis proyek e-KTP Husni Fahmi, dan Andi Narogong.
(Baca: Misteri Kematian Johannes Marliem, Saksi Kunci Korupsi E-KTP)
Dalam pertemuan itu, Diah memperkenalkan Marliem kepada Andi Narogong. Marliem diperkenalkan sebagai provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1.
Selanjutnya, Sugiharto menindaklanjuti arahan tersebut dengan mengarahkan Marliem agar langsung berhubungan dengan Husni Fahmi.
Menurut jaksa KPK, Marliem menjadi salah satu pengusaha yang ikut berkumpul di ruko milik Andi Narogong di Fatmawati, Jakarta Selatan. Marliem dan pengusaha lain yang ikut bergabung kemudian disebut sebagai Tim Fatmawati.
Dalam surat dakwaan, dijelaskan bahwa setelah Konsorsium PNRI dinyatakan lulus evaluasi, Andi Narogong meminta uang kepada Marliem, untuk selanjutnya diberikan kepada Sugiharto.
(Baca: KPK: Johannes Marliem Belum Pernah Jadi Saksi di Kasus E-KTP)
Marliem kemudian memberikan uang 200.000 dollar AS kepada Sugiharto melalui staf di Ditjen Dukcapil Kemendagri, Yosep Sumartono. Penyerahan dilakukan di Mall Grand Indonesia.
Dalam surat dakwaan, PT Biomorf Lone Indonesia dan Biomorf Mauritius sebagai vendor produk AFIS merek L-1 menerima pembayaran Rp 96,4 miliar dan 11,9 juta dollar AS.
Dalam kasus ini, Andi Narogong didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP. Menurut jaksa, Andi diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, Andi berperan dalam mengarahkan dan memenangkan Konsorsium PNRI menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.