JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui kelalaian pemerintah dalam menjaga kerahasiaan data penduduk Indonesia.
Sebab, server pembuatan e-KTP saat ini berada di luar negeri sehingga datanya bisa diketahui pihak lain.
"Posisi pemerintah saat ini sebenarnya bisa digugat oleh rakyat karena server pembuatan e-KTP lha kok ada di luar negeri," kata Tjahjo, saat rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Hal itu, kata Tjahjo, menunjukkan pemerintah belum mampu menjaga kerahasiaan data penduduk.
Akibatnya, banyak data penduduk Indonesia yang digunakan untuk berbuat tindak pidana seperti membobol ATM.
"Di zaman Pak Tito (Karnavian) jadi Kapolda (Metro Jaya), ada orang yang punya 169 e-KTP milik orang lain. Namanya asli. Itu seperti yang dari Kamboja kemarin," papar Tjahjo.
Meski demikian, pemerintah tetap akan melanjutkan proyek pengadaan e-KTP untuk memenuhi kebutuhan negara akan kepemilikan identitas tunggal.
Tahun 2016, pemerintah memang menargetkan proyek pengadaan tersebut selesai di bulan Desember.
Namun, hingga saat ini, proyek tersebut tak kunjung selesai.
Saat ini, data e-KTP yang sudah terekam sudah mencapai 96 persen dari target 183 juta penduduk. Penduduk Indonesia yang belum memiliki E-KTP diperkirakan sebanyak 6 juta.
"Mudah-mudahan janji Dirjen (Direktur Jenderal) Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil), akhir Februari ini sudah ada tender yang sesuai dan mudah-mudahan pertengahan tahun sudah punya E-KTP semua," lanjut Tjahjo.